Usaha Katering Berbasis Keluarga
Tanya:
Pak Rusman, saya Retno tinggal di Jl. Ulujami 5 No. 20, Jakarta Barat. Saya adalah seorang karyawan yang sama sekali tidak pernah memiliki bisnis sendiri. Tapi, di awal tahun 2010 nanti, saya baru ingin memulai bisnis catering bersama keluarga.
Saya adalah pemilik modal 100% mulai dari penyewaan rumah, bahan-bahan makanan, semua peralatan, dll. Dan saya yang akan menjadi bagian keuangan. Karena saya tidak bisa masak, yang akan menjadi koki adalah sepupu saya sendiri. Saya hanya bisa bantu untuk purchase dan sebagai asisten untuk hal-hal ringan seperti memotong, mengupas bahan makanan, dll. Sedangkan untuk marketing, delivery, dan collector adalah kakak kandung saya. Total orang yang bergerak dalam bisnis ini hanya 3 orang.
Hal yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana cara pembagian hasil dalam bisnis ini dan kapan bisa balik modal? Bagaimana menurut pendapat bapak karena saya tidak mau ada pertikaian apabila sistem keuangan tidak transparan dan tidak jelas. Terima kasih sebelumnya.
Jawab:
Pertama-tama, ijinkanlah saya mengucapkan selamat pada Anda yang telah merencanakan sesuatu yang baru dalam perjalanan hidup Anda. Anda telah berani melakukan sebuah perubahan yang dengan itu Anda akan berpeluang meraih sukses di masa mendatang.
Menjawab pertanyaan di atas, dapat saya katakan bahwa mengingat Anda adalah pemilik modal atau lebih tepatnya penyandang dana 100%, maka yang perlu dipertanyakan lebih dahulu adalah status dari 2 orang anggota keluarga yang dalam hal ini adalah sepupu dan kakak kandung Anda sendiri. Apakah mereka memang benar-benar mau bergabung sebagai sesama pemilik usaha, ataukah mungkin cukup hanya sebagai karyawan saja?
Kalau mereka tidak keberatan untuk ditempatkan sebagai karyawan, saya rasa persoalan akan relatif menjadi lebih mudah. Anda tinggal membuat proyeksi usaha yang di dalamnya termuat hitung-hitungan soal asumsi pendapatan yang akan diperoleh, total biaya yang di dalamnya sudah termasuk biaya gaji kedua anggota keluarga tersebut, serta keuntungan bersih yang akan didapatkan setelah dipotong pajak-pajak.
Tetapi, kalau kedua famili Anda memang benar-benar ingin duduk sebagai sesama pemilik usaha, maka Anda harus membuat assesment (penaksiran) sekaligus bernegosiasi tentang seberapa besar nilai komersial dari kontribusi mereka masing-masing sebagai koki dan tenaga marketing. Jangan lupa bahwa taksiran itu harus dalam nilai rupiah.
Angka dalam rupiah itulah yang akan diperhitungkan sebagai nilai setoran modal mereka, sehingga nanti secara total dapat diperoleh komposisi saham masing-masing dalam satuan persen.
Katakanlah misalnya, Anda sendiri menyetor sebesar Rp 100 juta (seluruhnya dalam bentuk uang tunai), sementara kompetensi sepupu Anda sebagai koki dinilai sebesar Rp 50 juta. Dan kakak Anda yang piawai dalam marketing dinilai Rp 50 juta juga. Maka komposisi modal Anda bertiga adalah 50 : 25 : 25 --- total 100%.
Kesepakatan ini harus benar-benar atas dasar kerelaan dan keikhlasan masing-masing, dalam arti semua pihak senang dengan komposisi yang telah diputuskan bersama. Tidak ada tekanan dan tidak ada intimidasi dari pihak mana pun.
Setelah masalah itu beres, harus dibuatkan surat perjanjiannya secara resmi, hitam di atas putih, dan sebaiknya (seharusnya) dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris. Segera setelah akte notaris dibuat, maka sejak saat itu juga semua pekerjaan yang ada harus dilaksanakan secara profesional serta tidak perlu lagi ada persoalan-persoalan yang ditangani dengan penuh “excuse” hanya karena ada perasaan risih berdasarkan pertimbangan kekeluargaan. Termasuk dalam hal ini, soal pengelolaan keuangan yang juga harus ditangani secara profesional dan transparan.
Demikian rekomendasi saya Ibu Retno, semoga berkenan dan selamat bekerja semoga sukses. (Rusman Hakim)