Tampilkan postingan dengan label Sosok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosok. Tampilkan semua postingan

Irwan Ardian

Antara Penyiar dan MC

Tak pernah terbayangkan kalau dirinya akan menjadi public figur. Dikenal orang melalui suaranya di radio dan sosoknya di atas panggung ketika menjadi MC. Padahal, sewaktu remaja, Irwan Ardian ngga gaul. Setiap pulang sekolah, aktivitasnya hanya mendengarkan radio di kamar.

Tapi, justru dari hobinya mendengarkan radio tersebut, Irwan kini tenar sebagai penyiar (announcer) di salah satu radio terkenal di Jakarta, Indika FM. Bukan hanya itu, pria yang sekarang sudah gaul ini, juga sering menjadi MC (Master of Ceremony) di berbagai even. Dari acara pernikahan sampai menjadi host di televisi swasta, pun pernah dilakoninya.

“Ngga pernah terbayang kalau sekarang jadi seperti ini. Waktu SMP, saya terbilang anak yang ngga gaul. Setiap pulang sekolah, masuk kamar, terus dengerin radio. Waktu itu, semua stasiun radio saya suka,” kata Irwan.

Karena seringnya mendengarkan berbagai stasiun radio, Irwan menjadi fasih dengan karakter masing-masing radio. Dia tidak asal dengar, tapi juga menelaah cara bicara setiap penyiar dan alur siaran radio. Dengan begitu, pembelajaran diri dari profesi penyiar radio pun didapatnya.

Meski begitu, pertama kali berkarir, Irwan tidak langsung menginjakkan kakinya di dunia broadcasting. Tapi menurutnya, malah tidak ada hubungan dengan dunia radio. Irwan pernah menjadi pramu saji di sebuah gerai makanan cepat saji dan dalam beberapa lama menjadi sales counter penjualan pakaian jeans.

Awal profesinya sebagai penyiar radio dimulai ketika Irwan mengikuti sebuah kompetisi DJ di Pasaraya dan meraih juara 1. Dari situ, dia ditawarkan untuk bekerja di bagian promosi audio Pasaraya. Kerjanya membuat iklan intern dalam bentuk audio untuk disiarkan hanya di Pasaraya. ”Saya disuruh menjadi audio produser di situ. Bikin iklan audio dengan suara saya. Menariknya, waktu itu masih jarang cara berpromosi seperti itu,” kenang Irwan.

Lama bekerja di Pasaraya, sekitar tahun 1995, Irwan mulai masuk ranah penyiaran radio. Stasiun radio pertama yang dimasukinya adalah Dakta FM. Mimpinya sejak remaja dulu, mulai terkabul di sini. Irwan belajar lebih mendalam di bidang penyiaran di radio ini.

Beberapa tahun di radio yang berlokasi di Bekasi tersebut, Irwan yang senang dengan pakaian kasual ini, pun beranjak ke stasiun radio lainnya. Sambil menimba ilmu, dia pernah menjadi penyiar di Kamajaya FM, Pesona FM, Jakarta News FM, dan terakhir di Indika FM. “Total pengalaman di radio sekitar 10 tahunan, “ kata Irwan.

Ketertarikan Irwan dengan dunia MC dijajakinya di tahun keenam dia bekerja di Indika FM. Langkahnya sebagai MC dirajut dari menjadi pembawa acara anak-anak bersama Hughes. “Sekitar 2 tahun saya banyak belajar dari Hughes,” tutur Irwan.
Setelah lama membawakan acara anak-anak, beranjaklah Irwan mengisi acara-acara yang audiennya banyak anak-anak muda. Seperti acara gathering, peluncuran produk, atau pameran.


Menjadi MC
Menjadi penyiar radio dan MC, kata Irwan, sebenarnya tidak jauh berbeda. Penyiar juga sudah dilatih untuk menjadi MC. Enaknya, sama-sama bisa menghibur orang lain yang tidak kita kenal hanya lewat suara atau kalimat. Tidak enaknya, kalau tidak ada yang mendengarkan kita waktu siaran atau tidak ada orang yang menonton.

“Pernah saya menjadi MC acara anak-anak. Saat itu, saya ngemsi sama Hughes, tapi yang nonton dikit banget. Cuma 3 – 4 orang, yang banyak nonton malah tentara. Padahal itu acara anak-anak,” kata Irwan sambil tertawa.

Ada lagi pengalaman yang saya yang mengenaskan, lanjutnya, waktu itu saya dipanggil untuk party house acara anak-anak juga. Tempatnya lumayan besar dan bagus. Selesai acara, saya disuruh makan, okelah saya langsung ambil makanan. Tapi yang bikin sebel, saya bukan makan bersama tuan rumah atau tamu lainnya, melainkan disuruh makan di belakang rumah.

“Wah, itu merupakan pengalaman yang ngga bisa dilupakan. Tapi, dari situ, saya banyak belajar. Belajar mengenai karakter orang-orang yang berbeda-beda. Belajar menangani situasi dan kondisi terburuk dari sebuah acara. Soalnya, seorang MC, biar bagaimana pun, harus bisa meng-handle semua situasi dan kondisi acara,” ucapnya.

Sampai sekarang, pengalamannya sebagai MC, host, dan voice over radio commercial, sudah tak terbilang. Sebut saja sebagai MC di acara otomotif terbesar di Indonesia, di sana Irwan pernah menjadi MC selama 3 tahun di stand Isuzu. Sebagai host, pernah menggawangi acara Morinaga Brain Games di Trans TV, Seputar Orang Terkenal di RCTI, dan Silat Lidah di ANTV.

Read More ..

Menyebarkan Informasi Tentang Pajak

Banyak orang tak memahami pajak dengan baik. Padahal, pajak memberi konstribusi yang besar bagi pendanaan jalannya negara. Sebagai konsultan pajak, pria ini merasa terpanggil untuk menyebarluaskan informasi tentang pajak dan peraturannya kepada masyarakat luas.

Sosok kita kali ini, Benny Wibowo berprofesi sebagai konsultan pajak. Pria yang tinggal di Villa Melati Mas, Serpong ini mulai serius menggarap pajak sebagai profesi sejak tahun 2005 dengan membuka kantor konsultan pajak, yang juga berlokasi di kawasan yang sama dimana ia tinggal.

Sebelum membuka kantor pajak, Benny mengisahkan jika ia dulu pernah bekerja di beberapa perusahaan, pada posisi di bagian keuangan dan pajak. “Karena terbiasa dengan pajak akhirnya saya putuskan untuk membuka kantor pajak sendiri,” katanya.

Menurut Benny yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada Oktober, 1967 ini banyak hal yang menarik dari profesinya sebagai seorang konsultan pajak. Yang utama, katanya, adalah menginformasikan pajak dengan benar kepada masyarakat. “Banyak orang yang tak tahu pajak. Di sinilah peran penting konsultan pajak, yakni memberikan informasi yang akurat seputar pajak,” imbuhnya.

Lebih jauh pria lulusan STIE YKPN, Yogyakarta ini menambahkan, bidang pajak, terutama regulasinya senantiasa berubah. Dan menurutnya juga, itu adalah tantangan bagi konsultan pajak untuk terus meng-up date wawasannya.

“Jelas seorang konsultan harus mampu meningkatkan pengetahuannya. Ini penting karena menjadi pertanggungjawabannya kepada kliennya,” tukas bapak 3 anak ini.

Sebagai pribadi, Benny terlihat sebagai sosok yang ramah. Pembawannya sederhan, tapi tetap serius kala bekerja. Pria mengaku hobi membaca dan berolahraga ini, sekarang dibantu 12 karyawan dalam mengelola kantor konsultan pajaknya.

Berprofesi sebagai konsultan pajak, bukan tak ada kendala. Menurut Benny, salah satu kendala terbesar bagi konsultan pajak adalah banyaknya peraturan pajak yang multi tafsir. “Ada beberapa aturan yang ditetapkan beberapa tahun lalu masih dipakai sampai sekarang. Dan terkadang, kondisinya sudah berbeda. Jadi butuh penjelasan yang konkrit untuk aturan tersebut,” ucapnya.

Mengenai harapan ke depan, Benny menuturkan jika ia ingin membuka kantor cabang. “Paling tidak lima tahun lagi saya bisa membuka kantor cabang konsultan pajak di Jakarta,” tuturnya.

Selain disibukan dengan rutinitasnya sebagai konsultan pajak, Benny juga aktif berorganisasi, terutama organisasi yang berkaitan dengan profesinya. Untuk saat ini, Benny tercatat sebagai salah seorang pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Tangerang.

Read More ..

Meliana Goenawan

Jalankan Lima Usaha Sekaligus

Menjalankan beberapa usaha sekaligus, tentu sangat memakan waktu, tenaga, dan pemikiran yang tidak sedikit. Butuh konsentrasi yang tinggi plus keahlian lebih, agar semuanya bisa berjalan dengan baik. Pun begitu, keuletan dan keyakinan mampu mengelola menjadi kunci keberhasilan yang utama.

Wanita yang satu ini punya 5 usaha yang sedang berjalan bersamaan, dan semuanya ia kelola sendiri. Luar biasa, begitu sekiranya menggambarkan Meliana Goenawan dengan kata-kata.

Meliana Goenawan atau yang akrab disapa Meli ini lahir di Surabaya, Jawa Timur, tahun 1972. Saat ini, Meli yang tercatat sebagai warga Melati Mas, Serpong sibuk mengelola VMM Rent Car, Little Star Preschool, Mandiri Property, Star Math Club, dan sebuah gerai kuliner. Sebagian besar usaha Meli, berlokasi di Melati Mas, Serpong.

“Saya mulai merintis usaha dari sebuah bimbel, sekitar 9 tahun lalu. Kebetulan saya suka pendidikan dan anak-anak, jadi usaha yang saya geluti, saya awali dari sesuatu yang saya sukai dan kuasai,” kata Meli yang mendapat gelar Sarjana Matematika dari Universitas Trisakti, Jakarta.

Dari bimbel, Meli menyalurkan naluri entrepreneur-nya ke bidang rental mobil dengan mendirikan VMM Rent Car. Hingga kini, VMM Rent Car kepunyaan Meli ini sudah cukup dikenal warga Serpong. Dan dalam VMM Rent Car sendiri sudah ada 25 unit mobil yang siap melayani konsumennya. “Saat ini, dalam mengelola usaha rental mobil, saya lebih banyak dibantu suami,” ujarnya.

Tahun 2005 lalu, istri dari lelaki bernama Suhendri ini kembali menapaki industri pendidikan. Kali ini, ia mendirikan sebuah preschool yang bernama Little Star.

“Dunia pendidikan adalah sesuatu hal yang paling saya sukai. Bukan berarti mengecilkan yang lain, tapi untuk usaha di bidang pendidikan saya punya obsesi yang lebih besar,” tegas Meli menambahkan.

Dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ini, Meli sudah merintis tiga usaha baru, yakni Mandiri Property, Star Math Club, dan sebuah gerai kuliner. Dan dalam kesehariannya, Meli sibuk mengontrol kelima usahanya itu. “Semua usaha yang saya kelola, saya anggap penting seluruhnya. Karena itu, setiap hari saya selalu datang ke tiap-tiap usaha,” pungkas Meli lagi.

Untuk mengontrol usaha-usahanya itu, Meli memang sengaja mendirikan usaha yang lokasinya tidak berjauhan. Alasannya, kata Meli, untuk mempermudah mobilitasnya. “Kebetulan semua usaha yang saya kelola lokasinya berdekatan. Jadi, untuk membagi waktunya tidak terlalu repot,” kata wanita yang gemar traveling dan baca buku ini.

Disingung mengenai komitmennya dalam merintis usaha, Meli menjawab jika setiap usaha yang akan ia dirikan, dasar-dasarnya harus ia kuasai. Ia tidak ingin asal punya usaha. Menurutnya, yang terpenting adalah tahu bagaimana menjalankan usaha itu.

“Sebelum memutuskan mendirikan usaha, saya wajib menguasai bidang usaha yang akan saya geluti itu. Saya tidak ingin usaha yang saya rintis nantinya sia-sia karena saya tidak menguasai dan mengelolanya dengan baik,” papar Meli yang juga memiliki gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Tarumanegara, Jakarta menambahkan.

Punya banyak usaha, sudah pasti punya banyak karyawan. Dan untuk orang-orang yang bekerja kepadanya, Meli justru menganggapnya sebagai rekan kerja. Sistem kerja yang akrab, penuh nuansa kekeluargaan selalu ia terapkan di setiap usahanya.

Sementara itu, mengenai harapannya, Meli menyebutkan, dalam waktu dekat ini ia ingin mendirikan sebuah sekolah untuk jenjang SD dan SMP. “Mendirikan sekolah adalah cita-cita saya,” kata Meli menutup perbincangan.

Read More ..

Drs. Inc. Yongky Sugiarto, Apt., Acp.

Dulu Minder karena Jerawat

Keberhasilannya mengobati dirinya sendiri membuatnya menyukai dunia pengobatan. Dengan tekad yang bulat untuk terus belajar, banyak orang telah merasakan sentuhan pengobatan Yongky.

Wajah Drs. Inc. Yongky Sugiarto, Apt., Acp., atau yang akrab disapa Yongky, sosok kita kali ini, sepertinya sudah tidak asing lagi. Maklum, ia sudah terbiasa tampil di sejumlah media massa, baik cetak maupun elektronik dalam tayangan pariwara atau acara talk show kesehatan. Yongky mulai dikenal masyarakat luas sejak mengembangkan sebuah klinik kesehatan alternatif yang bernama Klinik Mahardhika.

Dijumpai di tempat prakteknya di bilangan Jl. Mandar, Bintaro Jaya Sektor 3A, kepada AdInfo pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah tahun 1962 ini menuturkan, ia mulai mengenal dan mempelajari dunia medis, medis alternatif khususnya, sejak masa SMA. Ketika itu, katanya, wajahnya penuh jerawat yang menyebabkan Yongky merasa minder dan kurang percaya diri jika bergaul dengan teman sebayanya.

“Boleh dibilang ketika usia 11-12 tahun wajah saya ini tidak bermasalah. Tapi menginjak SMA, jerawat mulai tumbuh di wajah saya dan makin lama makin banyak. Saya sudah berusaha untuk mengobatinya kesana-kemari atau minum obat jerawat berbagai merek, tapi hasilnya tak kunjung menyenangkan. Akhirnya, saya coba buat obat sendiri dengan bersumber pada buku-buku kesehatan, dan ternyata hasilnya efektif, jerawat sudah pergi dari wajah saya,” kenang Yongky.

Keberhasilan Yongky mengatasi jerawatnya rupanya diketahui teman-temannya. Karena hal itulah, sebagian teman yang mempunyai masalah yang sama dengan Yongky meminta bantuannya. Tapi lama-kelamaan, Yongky tak lagi hanya menangani masalah jerawat, keluhan-keluhan lain di luar jerawat datang kepadanya. Dan untuk itu, kata Yongky, ia kembali membuka-buka buku untuk mempelajari keluhan-keluhan tadi.

“Awalnya karena saya berhasil mengobati diri saya sendiri. Sejak itulah saya merasa senang dengan dunia pengobatan. Selanjutnya saya coba membantu orang lain yang memiliki masalah dengan kesehatan,” ujar Yongky menambahkan.

Meski mengaku senang dengan pengobatan, Yongky muda tak pernah bercita-cita untuk bergelut dengan dunia medis dan pengobatan sebagai pekerjaan. Ia malah lebih memilih menjadi seorang guru. “Kebetulan sejak remaja saya sudah menguasai bahasa Inggris dengan baik. Bahkan, waktu SMA, oleh kepala sekolah saya diminta untuk mengajar kawan-kawan yang kemampuan bahasa Inggrisnya kurang,” tukasnya lagi.

Lulus SMA, Yongky memilih mendaftar ke sebuah IKIP di Yogyakarta. Tapi, di lain kesempatan ia juga mencoba-coba mendaftar ke ITB, untuk fakultas MIPA jurusan Farmasi. “Daftar ke ITB itu hanya iseng-iseng, tidak ada harapan tinggi untuk bisa diterima di sana,” pungkas Yongky.

Memang di luar dugaannya, ‘percobaan’ Yongky mendaftar ke ITB membuahkan hasil. Ia diterima untuk melanjutkan pendidikan di institut negeri terkemuka itu. Di jurusan Farmasi ITB, Yongky tercatat sebagai mahasiswa angkatan 1980.

Selepas kuliah, setelah malang melintang bekerja di beberapa perusahaan, pada tahun 1993, Yongky mendirikan Klinik Mahardhika dan mulai berpraktek sendiri. Ilmu pengobatannya kembali ia perdalam dengan menimba ilmu di Cina dan Belanda.

Dalam mengobati pasiennya, Yongky menjelaskan, ada tiga hal utama yang ia lakukan yaitu akupunktur, ramuan herbal, dan pemijatan. Ketiga hal ini sudah dikuasai Yongky dengan sangat mahir. Bahkan, untuk ramuan herbal yang diberikan kepada pasiennya, merupakan ramuan buatannya sendiri.

Sepintas mengenal Yongky, karakter orang yang sederhana dan bijak bisa terlihat dari tutur kata dan perbuatannya. Untuk bidang pengobatan, ia mengatakan merasa cukup senang bisa membantu orang lain. “Yang penting adalah bagaimana hubungan kita dengan orang lain, dan hubungan kita dengan Tuhan,” katanya.

Yongky membuka praktek setiap hari. Sudah ribuan orang yang ia tolong. Di tengah kesibukannya mengobati orang lain, rupanya Yongky masih punya waktu luang untuk melakukan hobinya melukis. Di ruang kerjanya, tampak terlihat beberapa lukisan indah hasil karyanya. “Lukisan ini sengaja saya buat pada saat-saat senggang,” ujar Yongky menutup perbincangan.

Read More ..

Lendry Suseno Martio

Stabilitas Ekonomi, UKM, dan Anti Diskriminasi

Diskriminasi warga Tionghoa dalam menjalankan hak dan kewajibannya bukan hanya isu belaka. Mereka yang punya uang banyak atau yang menjadi pemulung dan pengemis, tetap diperlakukan sama. Dibedakan, dianggap “sapi perah”.

Meski sudah ada peraturan daerah mengenai anti diskriminasi ras dan etnis, tapi implementasinya masih “jauh panggang dari pada api”. Mental oknum birokrasi pemerintah pun disinyalir masih perlu dibenahi agar peraturan anti diskriminasi tersebut bisa berjalan mulus.

“Warga Tionghoa memang masih banyak yang menjadi ‘sasaran empuk’. Bukan hanya dalam hal birokrasi, tapi juga dalam berbagai hal,” kata Caleg DPRD DKI Jakarta daerah pemilihan Jakarta Barat, Lendry Suseno Martio.

Misalnya saja, lanjut Caleg bernomer pilih 16 dari Partai Damai Sejahtera ini, dalam hal pengurusan Pasport atau SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan RI) yang berbelit-belit. Tidak mudah mereka mengurus dokumentasi tersebut. Ujung-ujungnya¸ mereka pasti diminta mengeluarkan uang yang tak jelas peruntukkannya.

Begitu juga dengan warga Tionghoa yang tergolong masyarakat ekonomi lemah. Seperti pernah ditemui Lendry ketika mengadakan bakti sosial di Cengkareng dan Teluk Naga Tangerang. “Di sana, saya menemui warga Tionghoa yang menjadi pemulung dan pengemis. Mereka pun ternyata diperlakukan diskriminatif dalam pengurusan Kartu Gakin, KTP, atau pembagian Raskin,” ujar Ketua LSM Peduli & Pemberdayaan Manusia (Permen) ini.

Fenomena menyimpang dari hubungan masyarakat dan pemerintahan seperti inilah yang menjadi salah satu titik perhatian Lendry ketika menyebutkan misinya dalam menjadi Caleg 2009. Mantan anggota FORUM Perlawanan Sengkerta Tanah Meruya Selatan ini memiliki misi pertama, memerjuangkan adilnya persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, tanpa membedakan suku, agama, golongan, ras, status sosial, dan gender.

Sedangkan misi kedua-nya, akan memerjuangkan ekonomi yang stabil dan lapangan kerja yang luas. Sehingga akhirnya akan bermuara pada kemakmuran rakyat, khususnya warga DKI Jakarta.

Secara kongkrit, Lendry memang akan lebih memerjuangkan anti diskriminasi masyarakat, khususnya warga Tionghoa dan peningkatan ekonomi rakyat serta perluasan lapangan kerja.

Dalam pengejawantahan misi keduanya, salah satu tokoh Meruya Selatan ini memiliki pandangan kalau Jakarta adalah barometer ekonomi di Indonesia. Dengan begitu, ekonomi Jakarta harus terus dikembangkan. Contoh nyatanya adalah dengan mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM).

“UKM harus dikembangkan, ditata, dan ditatar. Tempatkan mereka di lokasi yang tidak menggangu ketertiban. Jangan sering digusur karena mereka adalah penompang Jakarta,” katanya.

Lagi pula, tambahnya, banyak masyarakat Jakarta yang bergantung pada UKM. Akibat biaya hidup yang besar, banyak masyarakat yang lebih memilih produk-produk buatan UKM yang harganya terjangkau.

Mengenai persoalan ini, harusnya pemerintah tidak berbelit-belit dalam pengurusan surat ijin usaha. “Biayanya bisa saja dihapus. Dengan begitu, akan bisa pula menghilangkan biaya-biaya siluman,” usul Lendry.

Dari sisi pengusaha besar yang bukan dalam kategori UKM, mereka biasanya akan membantu perekonomian suatu daerah dengan menanam investasi. Namun, dalam menanamkan investasinya, para investor tersebut akan lebih dulu melihat beberapa hal. Misalnya saja, mengenai birokrasi dan penegakan hukum.

“Kita bisa saja memberikan stimulus pada investor dengan cara memangkas birokrasi. Dengan begitu, dalam usaha mereka menanamkan modal, tidak mengalami banyak batu sandungan. Kepastian dan penegakan hukum pun perlu diterapkan,” ucapnya.

Menurutnya, coba lihat saja berapa banyak sengketa tanah yang terjadi di Jakarta. Selesaikan permasalahan tersebut sehingga bisa memberikan kepastian hukum dan ketenangan investor dalam menanamkan modalnya.

Dana 1 Milyar
Masih dalam koridor pengembangan UKM di Jakarta, Lendry mengomentari tentang dana Rp 1 milyar yang diberikan pemerintah buat masyarakat yang ingin menjadi wira usaha. Program Pemda Jakarta untuk memberdayakan peningkatan ekonomi dalam skala keluarga ini sepertinya tidak berjalan lancar.

“Program ini kurang sosialisasi. Sedikit sekali masyarakat yang memanfaatkan program ini. Kalau pun ada yang menerima, paling-paling hanya orang-orang di lingkungan kelurahan saja,” kata Lendry.

Badan pelaksananya kurang tepat, lanjutnya, akan lebih baik kalau pelaksanaan diserahkan pada badan independen yang dipantau oleh dewan kelurahan dan lurah. Sehingga penyalurannya bisa tepat sasaran.

Dulu saya pernah mengajukan pinjaman buat seseorang yang ingin membuat warung sembako, tapi ditolak, Lendri menambahkan. Padahal, waktu itu program tersebut masih terbilang baru dan saya menjabat sebagai ketua RT.

Kalau saja dana tersebut bisa tersalurkan dengan benar, tentunya akan banyak masyarakat yang terbantu dalam hal permodalan. Mereka bisa memulai usaha kecil rumahan yang bersifat home industri. Dengan begitu, perekonomian masyarakat bisa meningkat dan otomatis akan mendongkrak kemakmuran Jakarta.

Tidak berhenti sampai di situ, Lendry yang aktif dalam organisasi internasional Full Gospel Bussines Men’s Fellowship International (FGBMFI) ini, terus berusaha membantu masyarakat kecil melalui LSM-nya.

Menurutnya, masih banyak warga Jakarta yang hidup di bawah garis kemiskinan. Saya ingin membantu dengan memberdayakan mereka. “Kalo ada orang yang bisa bikin siomay atau tahu, kasih mereka gerobak dan tempat berjualan. Sehingga mereka bisa mencari uang, tanpa pusing memikirkan modal awalnya,” ucap Lendry.

Hal itu, lanjutnya, sudah saya lakukan dengan membantu 2 orang masyarakat yang ingin berjualan. Saya bantu mereka dengan uang sendiri.

Bukan Uang dan Kekuasaan
Menyikapi isu banyak Caleg sekarang yang mencalonkan diri karena uang dan kekuasaan, Lendry mengatakan, motivasi saya menjadi Caleg 2009 bukan karena uang dan kekuasaan, tapi dengan alasan kondisi masyarakat sekarang.

“Banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, saya ingin membantu mereka,” kata pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat ini.

Bila alasannya hanya uang, tambahnya, saya sudah merasa cukup dengan pekerjaan menjadi importir. Kekuasaan pun sudah saya dapat dengan menjadi ketua di berbagai organisasi. Misi saya dalam membantu masyarakat sejalan dengan LSM yang saya dirikan, membantu masyarakat dalam persamaan hak dan kewajiban, memerjuangkan stabilitas ekonomi, dan membuka lapangan kerja.

Read More ..

Sabar dan Komunikatif


Sosok satu ini memiliki kemampuan yang baik di bidangnya. Berbagai seminar kedokteran pun sering diikutinya. Pengalaman selama 28 tahun dalam bidang kedokteran, menjadikannya figur yang dapat diandalkan di komunitas Pluit dan sekitar.


Tak hanya itu, dokter lulusan Leuven Belgia ini juga pernah mendapat 2 penghargaan sekaligus. Lalu, bagaimana sejarah hidup, sepak terjangnya di dunia kedokteran, dan pokok pemikiran yang dianut?

Lahir dengan nama Rudy Setiadi, sosok ini dikenal sebagai figur dokter yang sabar, tenang, dan selalu memerhatikan keluhan-keluhan pasiennya. Oleh karena itu, banyak orang datang ke klinik miliknya, Beauty Line di Jalan Pluit Sakti Raya No. 89 Jakarta Utara.

Sejak kecil, cita-citanya memang ingin menjadi dokter. Makanya, setelah lulus SMA, ia mendaratkan keinginan melanjutkan pendidikan di universitas dan fokus pada ilmu kedokteran yang dicita-citakan.

Perjalanan dirinya menjadi dokter pun dimulai. Setelah mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Katholik University, Leuven Belgia selama 6 tahun, ia sempat merasakan menjadi dokter umum dan belajar ilmu perawatan/kecantikan selama 3 tahun. Berselang kemudian, ia pun membuka klinik pertamanya di Jl. Kartini 3, Pasar Baru.
Seiring perubahan jaman, dari Pasar Baru kliniknya berpindah ke Jl. Pangeran Jayakarta, Jakpus . Di sana, kliniknya bertahan selama 6 tahun, lalu pindah lagi ke Apartement Menara Marina. Terakhir, kliniknya tetap bertahan hingga sekarang di Jl. Pluit Sakti Raya.

Sebagai figur suami, Dr. Rudy mempunyai istri seorang spesialis akupuntur kecantikan dan pelangsingan bernama Dra. Lucy Wahyudi. Hal ini dipandang sebagai nilai tambah untuk jenjang kariernya. Kekompakan serta keharmonisan keluarga pun kental terasa karena sang istri setia menemani dan kerja bersama dalam satu klinik. Sehingga lengkap sudah cita-cita yang didambakannya sejak kecil.

Dari hasil pernikahan, Dr. Rudy dikaruniai 3 orang anak yang sekarang sudah beranjak dewasa. Ketiganya kini sedang menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Memang ada rasa sepi di dalam keluarga karena anak-anaknya berada di luar negeri, tapi Dr Rudy dan istri tidak pernah menyesal terlalu dalam dan tetap fokus dalam menjalankan profesinya.

Pria kelahiran Tasikmalaya, 16 Januari 1951 ini, memiliki visi dan misi yang jelas di bidangnya, yaitu peduli dan berambisi kuat mengatasi masalah perawatan dan kecantikan wajah serta tubuh. Tak heran, berbagai seminar laser, pelangsingan, manajemen slimming, Live Cell Therapist, serta banyak lagi sering diikutinya.

Dalam menghadapi pasien yang dikatakan “bandel”, Dr Rudy punya jurus jitu yang menarik. “Cara penanganan pasien seperti itu cukup mudah, harus ditangani dengan pikiran dingin dan bersabar,” katanya.

Komunikasi juga menjadi faktor penting untuk memberikan pengetahuan bagi pasien yang masih awam. Setelah itu, barulah diberikan solusi terbaik dalam mengatasi masalahnya. “Jadi, tidak harus dengan sifat yang kasar untuk menjelaskan metode yang ditawarkan klinik ini,” sanggahnya.

Mal Praktek
Mal praktek sering terjadi dalam bidang kedokteran, tidak kecuali dalam bidang kecantikan dan perawatan tubuh. Maraknya mal praktek dapat merubah pandangan masyarakat terhadap keahlian seorang dokter.

Menanggapi hal tersebut, Dr Rudy angkat bicara. Ia menjelaskan, bahwa mal praktek yang sering terjadi adalah karena banyak orang yang mengaku bertitel dokter dan memiliki kemampuan layaknya dokter. Padahal, mempelajari ilmu kedokteran di universitas saja, mereka belum pernah.

Dengan modal tekad dan pengetahuan dasar, mereka berani membuka klinik. Hasilnya, pasien bukannya lebih baik, tapi justru sebaliknya.

Penggunaan kosmetik di luar prosedur dan pengawasan dokter merupakan salah satu penyebab timbulnya mal praktek pada bidang perawatan dan kecantikan. Sama saja dengan pemberian dosis obat yang tepat pada pasien Diabetes. Antara yang sudah parah dengan yang ringan, sudah pasti berbeda takaran obatnya.

“Untuk itu, saya menghimbau agar masyarakat lebih jeli dan kritis dalam memilih klinik perawatan dan kecantikan yang baik,” ujar Dr Rudy.

Ada beberapa tips yang diberikan Dr Rudy untuk Anda yang ingin merawat wajah dan tubuh di klinik perawatan kecantikan. Pertama, dari segi legalitas klinik (artinya, kegiatan yang dilakukan harus langsung di bawah pengawasan dokter berpengalaman). Kedua, dari segi produk yang ditawarkan (apakah mempunyai efek samping bagi pasien). Ketiga, carilah klinik yang mempunyai teknologi dan alat modern, yang sesuai dengan kebutuhan, dan nyaman bagi Anda. Keempat, kebersihan dan kenyamanan fasilitas atau sarana penunjang klinik.

Modernisasi Ilmu Kedokteran
Dahulu, sebelum teknologi kedokteran modern masuk ke Indonesia, menurut para pasien yang pernah merasakan perawatan kecantikan jaman dahulu, memang ada kendala dan beresiko. Perlahan tapi pasti, teknologi kedokteran pun mulai berubah. Meski berdampak negatif pada sistem tradisional, tapi teknologi kedokteran modern juga melahirkan dampak positif. Terutama dari manfaat dan penggunaan yang efisien/efektif, cepat, dan aman. Bahkan untuk pasien, sangatlah membantu, praktis, dan memuaskan.

Sejalan perkembangan teknologi dunia kedokteran modern, klinik skin care milik Dr. Rudy Setiadi pun telah menggunakan SkinStation dengan teknologi LHE (Light Heat Energy). Teknologi ini aman, cepat, efektif, dan lembut untuk kulit.

Manfaat yang diperoleh di antaranya, meremajakan kulit (Skin Rejuvenation) akibat proses penuaan dan terkena sinar matahari, menghilangkan jerawat (Acne Clearence) dalam waktu 4 minggu (8 kali perawatan), serta dapat menghilangkan bulu-bulu ketiak (Hair Removal) kaki dan lengan serta bulu-bulu yang tidak diinginkan.

Ada pula teknologi Diamond Mikrodermabrasi Medical yang aman untuk kulit. Teknologi ini adalah pilihan holistik untuk perawatan kulit modern. Menawarkan cara halus dan efektif untuk peeling dan hanya bekerja pada lapisan kulit paling atas (epiderma).

Sebenarnya, ini adalah perawatan kulit kuno yang sudah diadaptasi, dimodernisasi, dan dipermudah dengan sistem Diamond Dermabrasion Medical. Kemudian, bagi Anda wanita/pria yang ingin menghilangkan tato di tubuh, ada juga alat canggih berteknologi laser yang tentunya aman, cepat, dan praktis. Lainnya, Dr. Rudy pun menawarkan formula Botox atau protein alamiah yang bagus untuk menghaluskan dan meremajakan kulit akibat kerutan.

Read More ..

Semangatnya Sering Menjadi Cahaya

Kekurangan pada dirinya tidak dijadikan penghalang untuk bekerja dan aktif dalam organisasi masyarakat. Pandangan hidupnya yang tidak mau kalah dengan orang normal, menjadikan dirinya Ketua Pertuni Jakarta Barat.


Tuna netra adalah istilah umum yang digunakan untuk seseorang yang tidak dapat melihat. Dalam keterbatasan fisik, tak sedikit penyandang tuna netra yang memiliki kemampuan luar biasa. Misalnya, di bidang ilmu pengetahuan maupun organisasi.

Bahkan, seorang tuna netra sekarang dapat mengemudikan pesawat, bermain komputer, membuat komunitas, atau melakukan kegiatan seperti orang pada umumnya. Seperti yang dilakukan Dahlan dengan Persatuan Tuna Netra Indonesia.

Bagi Sutejo M.Dahlan atau akrab dipanggil Dahlan yang tidak bisa melihat sejak berumur 5 tahun ini, hidup adalah pembelajaran tanpa henti. Setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu, jika ditelaah lebih jauh, selalu menjadi momen pembelajaran. Baik itu berupa halangan, rintangan, tantangan, atau berbagai kejadian apa pun yang kita temui.

”Jika bisa disikapi dengan bijak, maka selalu ada sisi positif yang bisa diambil sebagai proses belajar,” kata ayah dari empat orang anak ini.

Maka, tak salah jika orang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Namun, semua itu harus dikembalikan pada individu yang menjalaninya. Jika tak ada proses evaluasi dan tindakan perbaikan, pembelajaran yang didapat pun tak akan maksimal.
”Hadirnya pengalaman baru akan bernilai jika kita bisa memaknainya dengan sudut pandang dan mindset positif,” urainya dengan mantap.

Pendidikan dan Masa Kecil
Anak ke tiga dari enam bersaudara ini, adalah satu-satunya yang mengalami kebutaan di antara semua saudaranya. Pada awalnya, gejala yang dialami karena demam, panas, dan suhu tubuh yang tidak menentu hingga akhirnya Dahlan mengalami kebutaan sampai sekarang.

Walaupun orang tuanya sudah berobat ke berbagai rumah sakit, tapi orang tua Dahlan tetap tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah kebutaan pada mata anaknya. “Saya harus menghadapi kenyataan kalau mata saya tidak bisa melihat lagi sejak saat itu,” kenang Dahlan dengan mimik sedih.

Ketika kecil, dalam pergaulan sehari-hari bersama teman sebayanya, kebutaan tidak menjadi penghalang. Dahlan yang dipanggil Tejo sewaktu kecil ini masih bisa bermain bola, bermain jangkring, atau memancing ikan seperti anak lainnya. Dirinya sendiri tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. Singkatnya, sosok kita ini tidak menerima perlakuan diskriminatif dari orang-orang di sekitarnya.

Anak dari Safijan dan Dzasiah ini pun cukup disegani teman-temannya. Hal itu karena bapaknya adalah seseorang yang memiliki kelebihan dalam mengobati orang-orang sakit di kampungnya.

Memasuki usia 17 tahun, sosok yang lahir pada tanggal 23 September 1957 ini mulai masuk sekolah di SD P3KT ( Pusat Pendidikan dan Pengajaran Kegunaan Tuna Netra ) Kudus pada tahun 1973-1974. Di sekolah ini, Dahlan mendapat pendidikan yang hanya dikhususkan bagi tuna netra.

Baginya, mendapatkan ilmu adalah sesuatu yang harus dilakukan. Hingga akhirnya pada tahun 1976, sosok ini melanjutkan sekolah di SLB-A (Sekolah Luar Biasa Bagian A) khusus tuna netra dan dilanjutkan pada tahun 1980 mengikuti kursus pijat di Pemalang sebagai bekal hidup.

Merantau ke Jakarta

Selepas dari SLB-A pada tahun 1976, dengan bekal ilmu pijat, sosok yang bertinggi badan 160 cm dengan berat 58 kg ini mencoba peruntungan dan mengadu nasib ke Jakarta. Dahlan berangkat ke Jakarta dengan menumpang mobil secara estafet mulai dari tempat asalnya hingga Cirebon yang kemudian dilanjutkan sampai Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Setelah sampai di Jakarta, ada perasaan ragu di hatinya karena memang Dahlan berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hingga akhirnya memutuskan untuk pergi ke Tanah Abang. “Itu juga kebetulan dengar omongan orang tentang daerah tersebut,” ucap Dahlan.

Sifatnya yang tak kenal lelah dan menyerah, akhirnya mengantarkan Dahlan pada sebuah kehidupan seperti sekarang. Menjalani profesi tukang pijat yang memang hanya itulah keahlian yang dimilikinya.

Sebagai manusia biasa, Dahlan yang memiliki hobi menyanyi di kamar mandi dan olah raga loncat jauh serta tolak peluru ini juga memiliki keinginan untuk berumah tangga. Akhirnya, dengan karunia Tuhan, Dahlan menikah dengan Sumiyati (wanita tuna netra yang merupakan temannya sewaktu di SLBA) sekitar 1979. Sekarang ini, keduanya telah dikarunia empat orang anak dan lengkap sudah apa yang dicita-citakannya.
Setelah menikah, pada tahun 1983 dengan bantuan seorang penjahit pakaian, Dahlan pun mulai membuka tempat pijat pertamanya di Pos Pengumben, Jakarta Barat.

Organisasi dan Panti Pijat
Sifatnya yang tegas, jujur, dan memiliki kelebihan di antara teman-temannya sesama tuna netra, Dahlan akhirnya ditasbihkan menjadi Ketua Pertuni Jakarta Barat pada 27 Juli 2008 kemarin. Jabatan tersebut akan dipegangnya selama lima tahun ke depan.

Menjadi Ketua Pertuni bukanlah tugas yang mudah untuk dijalani. Dengan pengalamannya selama di Jakarta, Dahlan mau mengemban tugas yang diamanatkan teman-temannya.
Baginya, bergelut dalam organisasi bukanlah sesuatu yang baru. Sebelumnya, dia juga pernah mengemban tugas sebagai Ketua Koperasi DPW Ikatan Tuna Netra Muslim DKI Jakarta, Bendahara Koperasi Himpunan Kesejahteraan Tuna Netra Alumni Kudus (Himtak), dan Ketua merankap bendahara Himpunan Kesehteraan Tuna Netra Alumni SLBA Solo.

Dalam menjalani jabatan di atas, Dahlan tidak pernah merasa bosan atau cape. Baginya, tugas yang didapat sekarang adalah amanah yang harus dijaga dan dijalankan sebaik mungkin agar hasilnya maksimal. “Kalo dijalanin setengah-setengah, hasilnya pun bisa kurang maksimal,” ungkapnya.

Dahlan sendiri mengaku sudah menjalani usaha pijatnya selama 20 tahunan. Dulu, ia pernah menjadi tukang pijat keliling di daerah Palmerah, Jakarta Barat, sebelum akhirnya memutuskan menetap dan membuka panti pijat Jaga Sehat di Jl. Raya Joglo RTO7/RW 01 No 42.

Dahlan adalah salah satu dari sekian banyak tukang pijat tuna netra yang memiliki banyak pelanggan hingga saat ini. Dia benar-benar menunjukkan bahwa sukses memang hak siapa saja dan merupakan contoh nyata orang yang bisa "melihat" dengan tekad dan hati.

Halangan dan tantangan dilihatnya sebagai proses pembelajaran diri. Kekurangan yang dimiliki malah menjadikannya manusia penuh semangat dan tak pernah putus asa. Itulah Dahlan, semangatnya sering menjadi cahaya dalam hidup orang-orang tuna netra lainnya.

Read More ..

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP