Lendry Suseno Martio

Stabilitas Ekonomi, UKM, dan Anti Diskriminasi

Diskriminasi warga Tionghoa dalam menjalankan hak dan kewajibannya bukan hanya isu belaka. Mereka yang punya uang banyak atau yang menjadi pemulung dan pengemis, tetap diperlakukan sama. Dibedakan, dianggap “sapi perah”.

Meski sudah ada peraturan daerah mengenai anti diskriminasi ras dan etnis, tapi implementasinya masih “jauh panggang dari pada api”. Mental oknum birokrasi pemerintah pun disinyalir masih perlu dibenahi agar peraturan anti diskriminasi tersebut bisa berjalan mulus.

“Warga Tionghoa memang masih banyak yang menjadi ‘sasaran empuk’. Bukan hanya dalam hal birokrasi, tapi juga dalam berbagai hal,” kata Caleg DPRD DKI Jakarta daerah pemilihan Jakarta Barat, Lendry Suseno Martio.

Misalnya saja, lanjut Caleg bernomer pilih 16 dari Partai Damai Sejahtera ini, dalam hal pengurusan Pasport atau SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan RI) yang berbelit-belit. Tidak mudah mereka mengurus dokumentasi tersebut. Ujung-ujungnya¸ mereka pasti diminta mengeluarkan uang yang tak jelas peruntukkannya.

Begitu juga dengan warga Tionghoa yang tergolong masyarakat ekonomi lemah. Seperti pernah ditemui Lendry ketika mengadakan bakti sosial di Cengkareng dan Teluk Naga Tangerang. “Di sana, saya menemui warga Tionghoa yang menjadi pemulung dan pengemis. Mereka pun ternyata diperlakukan diskriminatif dalam pengurusan Kartu Gakin, KTP, atau pembagian Raskin,” ujar Ketua LSM Peduli & Pemberdayaan Manusia (Permen) ini.

Fenomena menyimpang dari hubungan masyarakat dan pemerintahan seperti inilah yang menjadi salah satu titik perhatian Lendry ketika menyebutkan misinya dalam menjadi Caleg 2009. Mantan anggota FORUM Perlawanan Sengkerta Tanah Meruya Selatan ini memiliki misi pertama, memerjuangkan adilnya persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, tanpa membedakan suku, agama, golongan, ras, status sosial, dan gender.

Sedangkan misi kedua-nya, akan memerjuangkan ekonomi yang stabil dan lapangan kerja yang luas. Sehingga akhirnya akan bermuara pada kemakmuran rakyat, khususnya warga DKI Jakarta.

Secara kongkrit, Lendry memang akan lebih memerjuangkan anti diskriminasi masyarakat, khususnya warga Tionghoa dan peningkatan ekonomi rakyat serta perluasan lapangan kerja.

Dalam pengejawantahan misi keduanya, salah satu tokoh Meruya Selatan ini memiliki pandangan kalau Jakarta adalah barometer ekonomi di Indonesia. Dengan begitu, ekonomi Jakarta harus terus dikembangkan. Contoh nyatanya adalah dengan mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM).

“UKM harus dikembangkan, ditata, dan ditatar. Tempatkan mereka di lokasi yang tidak menggangu ketertiban. Jangan sering digusur karena mereka adalah penompang Jakarta,” katanya.

Lagi pula, tambahnya, banyak masyarakat Jakarta yang bergantung pada UKM. Akibat biaya hidup yang besar, banyak masyarakat yang lebih memilih produk-produk buatan UKM yang harganya terjangkau.

Mengenai persoalan ini, harusnya pemerintah tidak berbelit-belit dalam pengurusan surat ijin usaha. “Biayanya bisa saja dihapus. Dengan begitu, akan bisa pula menghilangkan biaya-biaya siluman,” usul Lendry.

Dari sisi pengusaha besar yang bukan dalam kategori UKM, mereka biasanya akan membantu perekonomian suatu daerah dengan menanam investasi. Namun, dalam menanamkan investasinya, para investor tersebut akan lebih dulu melihat beberapa hal. Misalnya saja, mengenai birokrasi dan penegakan hukum.

“Kita bisa saja memberikan stimulus pada investor dengan cara memangkas birokrasi. Dengan begitu, dalam usaha mereka menanamkan modal, tidak mengalami banyak batu sandungan. Kepastian dan penegakan hukum pun perlu diterapkan,” ucapnya.

Menurutnya, coba lihat saja berapa banyak sengketa tanah yang terjadi di Jakarta. Selesaikan permasalahan tersebut sehingga bisa memberikan kepastian hukum dan ketenangan investor dalam menanamkan modalnya.

Dana 1 Milyar
Masih dalam koridor pengembangan UKM di Jakarta, Lendry mengomentari tentang dana Rp 1 milyar yang diberikan pemerintah buat masyarakat yang ingin menjadi wira usaha. Program Pemda Jakarta untuk memberdayakan peningkatan ekonomi dalam skala keluarga ini sepertinya tidak berjalan lancar.

“Program ini kurang sosialisasi. Sedikit sekali masyarakat yang memanfaatkan program ini. Kalau pun ada yang menerima, paling-paling hanya orang-orang di lingkungan kelurahan saja,” kata Lendry.

Badan pelaksananya kurang tepat, lanjutnya, akan lebih baik kalau pelaksanaan diserahkan pada badan independen yang dipantau oleh dewan kelurahan dan lurah. Sehingga penyalurannya bisa tepat sasaran.

Dulu saya pernah mengajukan pinjaman buat seseorang yang ingin membuat warung sembako, tapi ditolak, Lendri menambahkan. Padahal, waktu itu program tersebut masih terbilang baru dan saya menjabat sebagai ketua RT.

Kalau saja dana tersebut bisa tersalurkan dengan benar, tentunya akan banyak masyarakat yang terbantu dalam hal permodalan. Mereka bisa memulai usaha kecil rumahan yang bersifat home industri. Dengan begitu, perekonomian masyarakat bisa meningkat dan otomatis akan mendongkrak kemakmuran Jakarta.

Tidak berhenti sampai di situ, Lendry yang aktif dalam organisasi internasional Full Gospel Bussines Men’s Fellowship International (FGBMFI) ini, terus berusaha membantu masyarakat kecil melalui LSM-nya.

Menurutnya, masih banyak warga Jakarta yang hidup di bawah garis kemiskinan. Saya ingin membantu dengan memberdayakan mereka. “Kalo ada orang yang bisa bikin siomay atau tahu, kasih mereka gerobak dan tempat berjualan. Sehingga mereka bisa mencari uang, tanpa pusing memikirkan modal awalnya,” ucap Lendry.

Hal itu, lanjutnya, sudah saya lakukan dengan membantu 2 orang masyarakat yang ingin berjualan. Saya bantu mereka dengan uang sendiri.

Bukan Uang dan Kekuasaan
Menyikapi isu banyak Caleg sekarang yang mencalonkan diri karena uang dan kekuasaan, Lendry mengatakan, motivasi saya menjadi Caleg 2009 bukan karena uang dan kekuasaan, tapi dengan alasan kondisi masyarakat sekarang.

“Banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, saya ingin membantu mereka,” kata pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat ini.

Bila alasannya hanya uang, tambahnya, saya sudah merasa cukup dengan pekerjaan menjadi importir. Kekuasaan pun sudah saya dapat dengan menjadi ketua di berbagai organisasi. Misi saya dalam membantu masyarakat sejalan dengan LSM yang saya dirikan, membantu masyarakat dalam persamaan hak dan kewajiban, memerjuangkan stabilitas ekonomi, dan membuka lapangan kerja.

Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP