Melihat Keberadaan dan Peranan LBB
Banyak anak murid dan orang tua kuatir menjelang ujian nasional atau seleksi masuk perguruan tinggi. Sekolah terlanjur dicap masyarakat tidak bisa menjamin semua murid-muridnya lulus ujian. Meski bukan hal yang pasti, tapi banyak anak murid yang mencari solusi dengan mendaftar dan percaya pada Lembaga Bimbingan Belajar (LBB).
Tingginya minat murid-murid sekolah, terutama yang duduk di kelas 3 SMP dan SMA, dalam mengikuti bimbingan belajar, membuat tumbuh subur LBB di berbagai wilayah, tak kecuali di komunitas Kebon Jeruk dan Kembangan. Mulai LBB waralaba dengan jaringan dan kurikulum yang terpadu, sampai dengan LBB rumahan yang lebih bersifat privat.
Maraknya usaha pendidikan tersebut, tidak terlepas dari kesempatan yang muncul akibat pemerintah menaikan standar nilai kelulusan murid sekolah. Apalagi banyak murid yang dinyatakan tidak lulus karena belum memenuhi nilai yang ditetapkan pemerintah.
Kontan saja, LBB maju ke depan menawarkan “jalan pintas” dengan menawarkan latihan soal-soal ujian yang lebih praktis. LBB menggunakan soal-soal ujian tahun lalu untuk melatih muridnya. Bahkan, mereka pun mengeluarkan prediksi soal ujian yang akan keluar pada tahun berjalan.
Awalnya, LBB berdiri karena supremasi perguruan tinggi negeri yang dikatakan memiliki kualitas lebih baik dan biayanya yang lebih murah. Oleh karena itu, masyarakat berlomba-lomba mendaftarkan diri dan berujung pada seleksi masuk yang ketat.
Karena seleksi yang ketat inilah banyak pendiri LBB yang berinisiatif untuk mendirikan tempat pendidikan, khusus membahas soal-soal ujian. Sekaligus sebagai peluang bisnis pendidikan yang cukup menjanjikan. Bayangkan, orang tua siapa yang tidak ingin anaknya masuk perguruan tinggi negeri? Atau lulus dalam ujian nasional dan mendapat sekolah favorit?
Dalam perkembangannya, banyak LBB yang tidak hanya membuka bimbingan belajar buat murid sekolah kelas 3 SMP atau SMA. LBB terus berkembang dan melebarkan sayap dengan membuka bimbingan belajar buat berbagai tingkatan kelas, bahkan untuk murid-murid TK. Isinya tetap membantu murid dalam mengerti pelajaran dan mendapat nilai baik di sekolah.
Materi yang diberikan tidak berbeda dengan di sekolah. Dengan bantuan para pengajar LBB, murid sekolah dari berbagai jenjang pendidik tersebut dibantu menguasai dan menaikan nilai pelajaran di sekolah.
Begitu juga dengan kurikulum yang digunakan, tidak berbeda jauh dengan yang dipakai sekolah. Bahkan LBB pun sudah menyiapkan beberapa kurikulum yang populer dipakai sekolah negeri maupun swasta dan sekolah bertaraf nasional plus. Dengan begitu, anak murid pun akan mendapat pelajaran yang tidak berbeda dengan pelajaran di sekolahnya.
Lebih jauh lagi, LBB pun menyediakan guru piket yang bersedia kapan saja sebagai tempat berkonsultasi. “Mereka bukan hanya belajar apa yang diajarkan di kelas saja, tapi juga bisa berkonsultasi seperti menanyakan pekerjaan rumah dari sekolah atau tentang apa saja yang menyangkut pelajaran. Kami tidak memungut biaya lagi, staf pengajar selalu siap membantu,” kata Marketing Teknos Duri Raya, Ryan Timiko.
Di balik itu semua, dengan anak murid mengikuti LBB, berarti anak tidak memunyai banyak waktu luang untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, menyegarkan pikiran, atau menuangkan hobi yang dimiliki.
Bukan bermaksud menyudutkan LBB, tapi kalau melihat jam belajar anak di sekolah ditambah lagi belajar di LBB, maka praktis anak tidak memunyai waktu banyak. Mereka pun akan terlalu letih buat aktifitas lain. Apalagi kebanyakan materi LBB hanya mengasah logika dan kemampuan otak kiri. Dan berkutat pada pelajaran seperti Fisika, Kimia, Biologi, dll.
Artinya, tidak ada waktu buat anak melatih otak kanannya yang berfungsi untuk mengasah imajinasi dan kreativitas. Kehidupan mereka pun menjadi monoton, pagi berangkat sekolah, siang dilanjutkan dengan bimbingan belajar. Kemudian mereka akan mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan sekolah pada malam harinya.
Apa Perlu Belajar di Bimbel?
Pertanyaan di atas terus menyeruak ketika melihat anak-anak sekolah pergi di pagi hari dan pulang menjelang sore. Dengan begitu banyaknya waktu yang tersita setiap hari, apakah mereka juga harus belajar lagi di LBB? Apa sekolah tidak cukup memberikan mereka waktu untuk menguasai pelajaran?
Bukan karena sekolah tidak cukup memberikan materi pelajaran (tergantung dari sekolahnya), tapi banyak juga murid sekolah yang akan lebih yakin menghadapi UN atau ujian seleksi perguruan tinggi kalau sudah belajar di LBB. Apalagi di sana mereka akan diberikan soal-soal yang biasanya keluar dalam ujian yang akan ditempuh.
Di samping itu, mereka juga bisa menambah wawasan dan teman, bukan hanya di sekolah saja. Di situ, mereka bisa saling bertukar pikiran dan membahas berbagai tip dan trik cara cepat mengerjakan soal-soal ujian.
Pro dan kontra tentang pentingnya LBB masih menjadi pertanyaan. Terlebih lagi biaya pendidikan di LBB yang tidak terbilang murah. Buat mereka yang duduk di kelas 3 SMP atau SMA, misalnya. Biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua murid bisa berkisar antara 5 – 15 juta. Bagi yang orang tuanya punya duit banyak, hal itu mungkin tidak masalah, tapi bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki uang lebih?
Sebenarnya, di beberapa sekolah pun sudah menyediakan program pendalaman materi buat mereka yang akan mengikuti ujian. Dengan begitu, anak-anak sekolah tidak begitu perlu mengikuti LBB karena selain akan menyita tenaga dan waktu, mereka pun sebenarnya sudah mendapat pelajaran tambahan di sekolah.
Murid sekolah yang memilih tidak ikut LBB, pun bisa belajar bersama dan membahas pelajaran dengan teman-teman. Untuk mengukur kemampuan, mereka bisa mengikuti beberapa try out yang banyak diselenggarakan. Atau membeli buku-buku soal ujian dan membahasnya bersama teman sekolah atau teman yang ikut LBB.
Tapi, itu semua tergantung dari individu masing-masing. Terkadang, ada individu yang belum punya rasa tanggung jawab dan keyakinan. Tidak terpicu belajar, bila harus belajar sendiri. Makanya, mereka memilih ikut LBB, dibanding harus belajar sendiri atau dengan teman-teman yang kebanyakan akan diisi dengan ngobrol atau hal lain yang bukan bersifat pembelajaran.
Sekolah Versus LBB
Sekolah dan LBB selayaknya memang saling mendukung dalam mengembangkan kemampuan murid dalam menguasai pelajaran sekolah. Sebenarnya, antara sekolah dan LBB memiliki orientasi yang berbeda.
Sekolah lebih bertujuan pada pengembangan siswa secara menyeluruh, termasuk mengembangkan kreativitas dan sikap siswa. Lain halnya dengan LBB yang lebih pada tujuan singkat seperti kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal dengan cepat dan benar. Tujuan utamanya adalah mengantar siswa lulus ujian atau mendapat perguruan tingggi negeri.
Karena alasan tersebut, malah seharusnya sekolah dan LBB bisa saling membantu. Ibaratnya, sekolah memberikan pondasi, sedangkan LBB lebih pada memberikan atap rumah dan finishing agar rumah terlihat bagus dan indah. Bukan hal yang baik bila masyarakat atau siswa sekolah hanya mengartikan pendidikan dengan lulus atau tidaknya dalam sebuah ujian.
Sekarang ini, layanan dan fasilitas LBB pun kerap menjadi perbandingan oleh masyarakat. Di samping perlengkapan belajar mengajar yang terbilang lengkap dan nyaman. LBB pun ada yang melengkapi dengan fasilitas konsuling dan sesi membangun motivasi siswa dalam belajar. Layanan tersebut disediakan gratis dan kapan saja.
Seperti yang dilakukan Quantum Brain dengan memberikan pelayanan belajar di luar kelas yang betul-betul nyata (individu atau kelompok). Pelajaran tambahan tersebut diberikan gratis bagi siswa-siswi.
”Di samping itu, siswa Quantum Brain pun akan mendapat training secara berkala tentang ”motivation to win” dan ”skill of learning” melalui Motivation Training Plus (MTP) oleh pembicara dan motivator handal Mr. Sintong dan Mr. Pia,” kata Pimpinan Cabang Quantum Meruya, Oskar Purba.
Tidak sampai di situ, bahkan ada LBB yang memberikan fasilitas untuk melihat bakat dan potensi anak. Melalui fasilitas tersebut, akan bisa terlihat kemampuan otak kiri dan kanan anak sehingga akan lebih mudah mengembangkan potensi dan bakat anak yang tepat ke depannya.
Menjelang UN, banyak pula LBB yang menyelenggarakan pembelajaran intensif. Murid akan diberi materi-materi latihan soal agar mereka benar-benar siap menghadapi ujian.
Seperti yang dikatakan Pimpinan Cabang Primagama Green Garden, Ika Kumala Furi, SE, dalam menghadapi UN 2009 nanti, akan dibuka program “Super Intensive UN 2009”. Di program tersebut, siswa akan dibekali simulasi, trik-trik jitu serta pembahasan soal-soal prediksi UN 2009 yang akurat. “Program telah dibuka mulai sekarang dengan biaya sebesar Rp 900 ribu,” katanya.
Kemudian, entah karena sebab persaingan bisnis atau untuk memberikan kepercayaan pada masyarakat, ada pula LBB yang memberikan garansi lulus ujian atau perguruan tinggi negeri.
Pada dasarnya, program jaminan ini sama dengan program bimbel lainnya, tapi jumlah muridnya saja yang dibatasi. Biasanya, tidak lebih dari 10 anak dalam satu kelas. Biayanya pun tentu lebih mahal, di atas Rp 10 jutaan.
Bahkan, ada pula LBB yang membuka Kelas Super atau kelas buat murid yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Mereka akan dikumpulkan dalam satu kelas dengan materi pembelajaran yang sama, tapi dibahas lebih mendalam dan cenderung mendorong potensi anak. Tidak hanya teori, tapi juga meliputi aplikasi, pendalaman, dan pengembangan materi.
Bisnis Pendidikan
Apa pun masalah dan alasannya, pendidikan sepatutnya tidak dijadikan ajang bisnis semata. Bila hal itu terjadi, bukan tidak mungkin pendidikan hanya akan dimiliki oleh mereka yang memunyai uang banyak. Sedang buat mereka yang hidup seadanya, akan mendapat pendidikan yang apa adanya pula.
Kita sendiri mahfum bahwa biaya operasional pendidikan dengan berbagai keperluan tidak bisa dibilang murah. Tapi selayaknya dihindari menjadikan pendidikan sebagai ”mesin pencari untung” belaka. Karena ketidakadilan dalam pendidikan membuat kualitas dan potensi masyarakat secara keseluruhan menjadi tidak merata.
Bagi murid-murid yang menimba ilmu di LBB pun memiliki sisi positif. Mereka menjadi kaya ilmu dan pengetahuan karena belajar bukan hanya di sekolah saja. Sekaligus mereka bisa mencari teman dan tempat untuk berdiskusi.
Selayaknya, sekolah dan LBB tidaklah bersaing. Keduanya bisa dibilang saling mengisi kekurangan yang lowong di sistim pendidikan kita. Biar murid sekolah yang nantinya akan menjadi masyarakat Indonesia secara keseluruhan menjadi lebih baik dan mampu berkompetisi dalam dunia nyata.