Tampilkan postingan dengan label Lipsus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lipsus. Tampilkan semua postingan

Jakarnaval Dibuka Bedug

Malam itu (5/7), ribuan masyarakat tumpah ruah dari Jalan Merdeka Barat sampai Jalan Thamrin. Mereka berdesakan menyaksikan Jakarta Karnaval (Jakarnaval) yang diikuti oleh berbagai mobil hias dan atraksi budaya.


Masyarakat sudah banyak berkumpul di depan Gedung Balai Kota mulai pukul 17.30. Sebagian besar, sudah mengetahui kalau nanti malam akan dilangsungkan Jakarnaval 2008 yang diadakan dalam rangka ulang tahun Jakarta ke-481.

“Saya memang sengaja datang ke sini bersama istri dan anak karena memang ingin melihat pawai ini,” kata Uki yang datang menggunakan sepeda motornya.

Di tempat dinas gubernur Jakarta tersebut, bersedia beberapa peserta karnaval dan berbagai satuan keamanan mulai dari kepolisian sampai polisi pamong praja. Di depan Balai Kota yang dijadikan pusat acara, berdiri panggung kehormatan dan terpasang pagar pembatas di sepanjang jalan untuk membatasi masyarakat yang ingin menonton.

Perhelatan ini pun diramaikan dengan penjual makanan yang mengharap pembeli dari masyarakat yang datang. Mulai dari penjual minuman sampai ketoprak dan lontong sayur menjejali lokasi acara. “Biasalah mas, kalau lagi ada acara kaya gini, biasanya dagangan laku,” kata Abas sambil menjajakan minumannya.

Selepas maghrib, lampu-lampu mulai menyala. Penari enggrang dan pasukan drum band pun terlihat sibuk menata diri. Panitia Jakarnaval tidak ketinggalan ikut sibuk mengatur acara. Mereka terlihat tegang menjelang pembukaan.

Tidak berapa lama, satuan pengaman pun menandakan untuk mengosongkan jalan dari Monas ke depan pintu masuk Balai Kota. Beberapa menit kemudian, datang kendaraan Wakil Gubernur Jakarta, Prijanto yang akan membuka Jakarnaval 2008 mengantikan Fauzi Bowo yang masih berada di Kalimantan Timur menemani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka PON (Pekan Olah Raga Nasional).

Jakarnaval tahun ini diikuti oleh 22 mobil hias dari kantor walikota dan kabupaten, dinas teknis, biro, beberapa perusahaan daerah di DKI. Pawai pun dimeriahkan dengan parade mobil-mobil tua, motor Harley Davidson, dan 3000 penari dari sanggar-sanggar yang ada di Jakarta.

Sejumlah atraksi seperti “drumband”, pencak silat, pesta kembang api, tanjidor, marawis dan lainnya juga memeriahkan acara yang dihadiri sekitar 300 undangan, duta besar, tokoh masyarakat, dan budayawan ini.

Rute yang dilewati mobil hias dan peserta Jakarnaval dari Medan Merdeka Selatan menuju jalan Thamrin, diteruskan hingga jalan Sudirman dan berakhir di Jembatan Semanggi. Sementara pawai dengan berjalan kaki berakhir di bunderan Hotel Indonesia. Kendaraan dari Jalan Kebon Sirih, dari Menteng, dan Tugu Tani yang hendak melalui Jalan Merdeka Selatan dialihkan ke Jalan Merdeka Timur.

Dibuka Bedug
Setelah selesai laporan panitia Jakarnaval 2008, Prijanto pun langsung membuka acara dengan tabuhan bedug. “Dug…dug…dug!” Tak lama, dari arah Monas meletus puluhan kembang api di udara. Warna-warni kembang api menghiasi udara Jakarta dalam beberapa menit.

Kemudian, beberapa orang yang dilapisi warna emas berjalan perlahan mendekati koridor yang ditempati wakil gubernur. Diikuti dengan rombongan dengan pakaian berbagai adat yang menandakan keragaman masyarakat Jakarta sambil mengusung tanda ulang tahun Jakarta ke-481.

Berikutnya berjajar dengan rapih, barisan tanjidor berjalan sambil mendendangkan lagu-lagu khas Betawi. Disusul dengan barisan pembawa bendera, ondel-ondel, penunggang enggrang, dan atraksi pencak silat.

Dalam kesempatan tersebut, ikut pula berpartisipasi beberapa seni dan budaya dari luar Jakarta seperti, reog ponorogo, Barongan Bali, dan beberapa tarian daerah lainnya. Mereka menyajikan atraksi di depan wakil gubernur sambil sesekali memberikan salam.

Setelah itu, tiba saatnya rombongan Abang dan None dari masing-masing wilayah Jakarta dengan menaiki delman. Mereka melambaikan tangan kepada semua masyarakat yang datang menyaksikan.

Tidak ketinggalan, rombongan perkumpulan sepeda ontel tua, komunitas “Bike to Work” (kumpulan pekerja yang memilih bersepeda saat pergi ke kantor), dan motor besar (Harley Davidson) bergantian melewati depan Gedung Balai Kota.

Hal yang juga menarik disaksikan adalah ketika datang sederetan mobil-mobil tua yang diperkirakan usianya sudah lebih dari 30 tahun. Mobil-mobil ini dimiliki oleh mereka yang tergabung dalam Indonesia Classic Car Owner Club. Terlihat pula beberapa oplet yang identik dengan angkutan umum Jakarta tempo dulu.

“Menarik juga liat oplet-oplet yang masih bagus-bagus,” ujar Lianti yang sejak pukul 5 sore menunggu Jakarnaval ini.

Selanjutnya, baru bergantian beberapa mobil hias dari beberapa kantor walikota dan dinas teknis, biro, dan beberapa perusahaan daerah di DKI.
Kendaraan mereka dibuat sedemikian rupa agar terlihat menarik. Baik dengan paduan bentuk, warna, dan tata lampu.

Bahkan ada pula yang membawa beberapa pemain musik dan artis serta model-model Jakarta. Seperti yang terlihat di kendaraan hias perwakilan Walikota Jakarta Selatan yang ditumpangi artis komedi Betawi, H. Bolot.

Selesai pawai kendaraan hias tersebut, lalu lintas pun mendadak penuh dengan kendaraan bermotor yang sedari tadi menunggu di belakangnya. Selama acara berlangsung, jalan di depan Gedung Bali Kota memang tertutup untuk kendaraan umum.

Jadi, selesai acara, mereka pun langsung merangsek masuk dan menimbulkan kemacetan.
Begitu juga dengan yang terlihat di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman. Malam itu, jalanan di sana penuh sesak oleh ribuan manusia yang ingin menyaksikan Jakarnaval.

Lancar dan Aman
Jakarnaval 2008 yang dimulai pukul 19.00 – 21.00 ini berjalan dengan lancar aman. Panitia sendiri telah menyiapkan pengamanan secara maksimal.

Menurut Penanggung Jawab Jakarnaval 2008 Nyoman Wedhana, dalam perayaan kali ini diterjunkan sekitar 1.000 unit pasukan pengamanan gabungan dari Polda Metro Jaya, Polsek Gambir dan petugas Trantib.

Jakarnaval yang mengambil tema “Peran Aktif Masyarakat Jakarta Kita Dalam Mewujudkan Jakarta Sebagai Kota Budaya Yang Nyaman dan Aman” rencananya akan diperluas pada tahun depan. Rute dan jumlah peserta pun akan ditambah.

Dalam perhelatan tersebut ditetapkan tiga mobil hias dinas sebagai yang terbaik, yaitu Dinas Pertamanan, Kantor Walikota Jakarta Pusat, dan Dinas Kebersihan.

Read More ..

Mengupas Banjir di Meruya Utara

Banjir di bulan Februari lalu ternyata bukanlah banjir biasa. Ada daerah yang sebelumnya tidak pernah kebanjiran, tahun ini malah terendam. Begitu juga dengan daerah langganan banjir, tiap tahun semakin bertambah parah.


Upaya mengeliminasi wilayah banjir sepertinya memang menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat luas. Banjir bukan hanya disebabkan oleh satu orang, tapi merupakan akibat perbuatan dari berbagai pihak.

Sebut saja seperti sampah yang dibuang di sembarang tempat, saluran pembuangan air yang dibiarkan mendangkal akibat endapan lumpur, dan sebagainya yang seharusnya bisa diatasi oleh masyarakat secara bergotong royong.

Sedangkan pemerintah sebagai pamong masyarakat, kadang kala malah tidak konsisten. Tidak sedikit oknum pemerintah yang memberikan ijin mendirikan bangunan di atas tanah yang semestinya menjadi tempat serapan air.

Hal tersebut di atas merupakan sebagian kecil dari sebab-sebab terjadinya banjir. Belum lagi kalau kita membicarakan isu global warming yang dituding sebagai penyebab utama banjir.

Ada beberapa daerah di komunitas kita yang sering dilanda banjir. Seperti Perumahan Greenville, Perumahan Green Garden, dan wilayah Kelurahan Kembangan Utara yang tiap tahun pasti kebanjiran.

Tahun ini, Perumahan Taman Permata Buana dan Perumahan Taman Meruya Ilir menjadi daerah banjir baru. Kawasan perumahan yang tadinya tidak terkena banjir tersebut, sekarang menjadi rawan rendaman banjir di saat musim penghujan.

Mengapa perumahan-peruahan tersebut menjadi daerah rawan banjir? Apa saja solusi yang harus ditempuh agar masyarakat bisa menangkal datangnya banjir?
Hal inilah yang dibicarakan dan disosialisasikan oleh Forum Warga Meruya Ilir yang melangsungkan “Temu Warga” akhir Februari lalu.

Temu warga digelar di Pertokoan Ruko Blok E, Taman Meruya Ilir dan dihadiri Anggota DPRD DKI, Maringan, Lurah Meruya Utara, Kusmanto, perwakilan Dekel Kelurahan Meruya Utara, dan Ketua RW 02, 04, 07, dan RW 11 Kelurahan Meruya Utara.

Acara ini mendapat respon yang sangat baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya warga yang hadir. “Biasanya paling hanya 100 orang, tapi setelah banjir kali ini, ada sekitar 250 orang yang datang,” kata Ketua Forum Peduli Lingkungan Warga Taman Meruya, Anna Mariana Yusuf.

Dalam sambutannya, Anna Mariana Yusuf menuturkan, selain menjalin keakraban seluruh warga Taman Meruya Ilir, acara ini juga menjadi ajang menjalin kepedulian untuk menjadikan wilayah ini indah, bersih, dan terbebas dari banjir.

Menurutnya, dengan hadirnya warga di sini, kita bisa melihat permasalahan yang ada di lingkungan Taman Meruya Ilir, terlebih setelah banjir kemarin. Apa penyebabnya? Dan tindakan apa yang harus warga lakukan?

Di wilayah tersebut, banyak yang sudah tinggal lebih dari 20 tahun, tapi baru kali ini mengalami kebanjiran. “Warga Taman Meruya takut banjir. Bahkan hingga saat ini masih teringat sedihnya banjir,” tukasnya.

Dalam kesempatan tersebut, banyak hal yang disangka menjadi penyebab banjir. Salah satunya adalah seperti yang dipertanyakan seorang warga. “Ketika banjir, saya menelusuri dari mana datangnya air. Ternyata, aliran air juga datang dari wilayah Meruya Selatan. Apakah hal ini tidak bisa dicegah? Jika memungkinkan, aliran sungai dari daerah tersebut jangan melewati Meruya Utara?” tanyanya.

Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh Lurah Meruya Utara, Kusmanto, pengaturan jalan air itu melalui Sudin PU. Kita jangan mempersoalkan sumber air yang datangnya dari Meruya Selatan, karena sumber air tersebut asalnya dari Joglo dan seterusnya. “Mungkin jika ditelusuri terus akan semakin rumit,” katanya.

Lebih Untung
Meskipun banyak warga Perumahan Taman Meruya Ilir yang keberatan dengan banjir yang melanda tempat tinggalnya, tapi menurut Kusmanto, daerah tersebut lebih beruntung. Pasalnya, kalau tempat lain bisa berhari-hari terendam banjir, daerah ini hanya dilanda banjir dalam hitungan jam.

“Di sini lebih untung karena hanya hitungan jam. Di tempat lain, banjir bisa 3 hari baru surut,” ucap lurah yang kantornya juga ikut terendam banjir ini.

Kusmanto sangat menghargai acara seperti ini. Menurut dia, acara ini bisa menimbulkan gagasan-gagasan yang bagus. Guna membuat wilayah kita bersih, aman dan terbebas dari banjir,” ujarnya.

Kusmanto juga mengimbau kepada semua warga untuk bisa merawat lingkungannya masing-masing, terutama di depan rumahnya sendiri. Ini bisa dilakukan dengan membersihkan got atau saluran air yang ada di depan rumahnya masing-masing.
Selain itu, diharapkan pula untuk ibu-ibu rumah tangga agar bisa memanfaatkan sampah-sampah yang ada dengan menjadikannnya pupuk tanaman.

Sebagai akibat dari tingginya curah hujan yang akan menyebabkan banyak genang air di mana-mana, saat itu, Kusmanto juga menambahkan, kita harus sama-sama melakukan pembersihan di lingkungan kita sendiri. Terutama mengenai pemberantasan sarang nyamuk dengan fogging.

Selanjutnya, Kusmanto berjanji untuk menampung aspirasi warga dan melanjutkan ke tingkat walikota. “Kita bersama-sama berjuang untuk wilayah kita sendiri,” ujar Kusmanto.

Banyak Jalan Rusak
Sudah pasti banjir akan menyisakan banyak kerusakan, termasuk jalan-jalan yang tergenang air. Karena seringnya terendam banjir, jalan-jalan pun akan cepat rusak, dan akan bertambah parah jika banyak dilalui kendaraan.

Di samping banjir, beberapa ruas jalan di sekitar Perumahan Taman Meruya Ilir juga ada yang rusak parah. Salah satunya terletak di depan Sekolah Global Nusantara dan IPEKA yang baru saja dibangun.

Menurut Anna, sekolah-sekolah tersebut pernah mengusulkan untuk memperbaiki, tapi ditolak oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan alasan tidak jelas. Hal inilah yang perlu dipertanyakan oleh pihak Pemda.

Menanggapi jalan rusak tersebut, Lurah Meruya Utara, Kusmanto menuturkan, mengenai soal jalan itu ada peraturannya. Jika memang masih ada hubungannya dengan developer, yang bertanggung jawab adalah developer. Namun jika sudah tanggung jawab Pemda, Pemda berhak melakukan perbaikan. Untuk itu, kita memang harus mempertanyakannya.

Sementara itu, salah seorang perwakilan Dekel Meruya Utara yang hadir dalam temu warga tersebut mengatakan, Dekel akan mengadakan rapat bersama staf kelurahan, dinas terkait termasuk sekolah-sekolah yang berlokasi di Meruya Utara dalam waktu dekat ini.

“Dalam rapat tersebut kami akan membahas masalah tersebut, termasuk membahas apa saja yang disinyalir menjadi penyebab banjir,” katanya.

Maringan juga mengatakan, jika memang ada indikasi yang sengaja membangun dan membuat lingkungan kita banjir, laporkan saja. “Adakan pertemuan dengan instansi-instansi terkait, mal, sekolah-sekolah, dan lainnya. Jika memang ada kesengajaan, saya yakin Bang Foke juga akan langsung menindak. Bila perlu, bangunan tersebut langsung dibongkar,” tukasnya.

Masih menurutnya, banjir yang baru saja kita alami bukanlah banjir kiriman. Banjir terjadi akibat pemanasan global yang mengakibatkan pencairan di kutub. Hal ini bukanlah tanggung jawab kecamatan, kelurahan, walikota atau gubernur, tapi sudah tanggung jawab negara dan dunia.

Masalah Di Meruya Utara
Dalam acara ini, Forum Peduli Lingkungan Warga Taman Meruya Ilir juga mengevaluasi beberapa permasalahan yang ada di Meruya Utara. Dalam kesempatan tersebut dipaparkan berbagai masalah lengkap dengan dokumentasi foto-foto pendukung.

Menurut penelusuran warga, ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir di wilayah Meruya Utara, di antaranya :
- Penumpukan sampah pada saluran drainase
- Penyempitan saluran akibat adanya bangunan yang tidak memperhatikan spesifikasi saluran air yang benar
- Rusaknya saluran akibat akar pohon
- Aktifitas membuang sampah sembarangan
- Tersumbatnya air akibat struktur saluran air tidak beraturan
- Adanya hambatan di hilir, tepatnya di depan kantor Walikota Jakarta barat yakni di tengah-tengah saluran air terdapat tanah.
- Daerah Permata Buana yang dulunya dijadikan daerah resapan ditinggikan sekitar 3 meter
- Rusaknya kastin jalan sehingga sampah-sampah mudah masuk ke dalam saluran air
- Banyaknya Pedagang Kaki Lima yang membuang sampah sembarangan

Di samping banjir, warga juga menguraikan beberapa permasalahan lain yang dirasa menggangu. Seperti jalan rusak yang perlu segera diperbaiki, lalu lintas yang kerap macet ketika pagi dan sore hari, penerangan jalan, dan sebagainya.

Memang kalau kita lihat, di Jalan kembang Kerep, setiap pagi dan sore hari pasti macet. Itu karena adanya penyempitan dan persimpangan jalan yang membuat lalu lintas membentuk “leher botol”. Meskipun arus lalin sudah dirubah menjadi satu arah, kemacetan tidak bisa dihindari karena banyaknya kendaraan yang melintasi daerah tersebut.

“Jika kita membiarkan lingkungan kumuh dan amburadul, maka predikat penghuninya pun akan dicap jorok dan nilai jual properti di sini pun akan turun,” ujar Anna.

Untuk mengentaskan masalah tersebut, warga juga sudah membuat usulan agar permasalahan tersebut bisa teratasi. Di antaranya dengan normalisasi premier dan sekunder, perbaikan jalan utama, pengolahan sampah, pemeliharaan fasum dan fasos, penertiban PKL, penataan ruang terbuka, penggantian pohon penghijauaan, dan lainnya.

Usulan ini akan disampaikan kepada Walikota Jakarta Barat, Fadjar Panjaitan. Menurut warga, sebelumnya, usulan seperti ini sudah pernah disampaikan ke walikota, cuma belum ada tanggapan. Sekarang, mereka akan kembali memberikannya untuk kali kedua.
“Laporan seperti ini sudah pernah diajukan kepada walikota sekitar bulan Juli 2007 lalu. Namun hingga sampai saat ini belum ada realisasinya,” kata salah satu warga, Muzi.

Ketika dipertanyakan kepada dinas terkait, salah seorang staf di walikota mengatakan kalau permohonan tersebut sudah terlambat. Untuk itu harus menunggu tahun depan. Sedangkan dana pembangunan tahun 2008 ini masih sedang diproses.

Menanggapi hal tersebut, Maringan sebagai wakil rakyat yang duduk di DPRD Jakarta, mengatakan, saya siap berjuang bersama-sama warga. Saya akan memperjuangkanya bersama kawan-kawan lain di DPRD.

“Sebaiknya warga di sini mengadakan rapat bersama pihak atau dinas-dinas terakit. Setelah itu, ajukan proposal tentang permohonan dana atau perbaikan tersebut ke walikota Jakarta Barat. Kemudian baru antarkan proposal tersebut kepada saya. Jika perlu antar ke rumah,” katanya.

Mungkin kegiatan temu warga seperti ini banyak dilakukan di tempat lain. Masyarakat berembuk mencari penyelesaian dari masalah yang timbul di lingkungannya. Namun, kegiatan seperti ini akan nihil adanya bila tidak ada realisasinya.

Aspirasi warga akan terbuang percuma bila masyarakat tidak bersama-sama secara konsekuen melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama. Pemerintah daerah dan wakil rakyat mulai dari skala kelurahan juga diharapkan lebih peka dan melunakan sisi birokrasi untuk membantu masyarakatnya.

Apalagi dalam temu warga di Perumahan Taman Meruya ini dihadiri oleh anggota DPRD Jakarta, Lurah, dan dewan kelurahan yang notabenenya adalah wakil rakyat dan pemerintah daerah yang “jarak”nya dekat dengan rakyat.

Mudah-mudahan temu warga ini bukan sebagai ajang ramah tamah biasa, makan malam biasa, apalagi hanya sebagai “kendi” penampung aspirasi yang tidak tahu kapan akan direalisasikan. Semoga.


Permasalahan Di Meruya Utara

*Umumnya masih banyak jalan rusak yang membuat air mudah tergenang
*Di depan sekolah IPEKA jalan sangat rusak
*lalu lintas sangat semraut khususnya pagi dan sore hari
*Kendaraan Umum masih lewat
*Penerangan jalan masih kurang
*Banyak PKL
*RTH sangat terbatas (2 % dari luas area)
*RTH tidak terawat dan terpelihara
*Daerah resapan sangat sedikit
*Pengolahan sampah masih di rumah
*Volume sampah sangat besar yang mengakibatkan penimbunan di TPS
*Masih tercampurnya sampah basah dan kering
*pengangkutan sampah masih memakai tenaga manusia



Read More ..

Sengketa Lahan Fasum Greenville

Siapa yang Salah?

Sudah tak terhitung berapa banyak tanah yang menjadi sengketa antar dua pihak. Sebagian besar pihak-pihak yang bersengketa merasa punya hak dengan tanahnya. Belakangan ini, ada sengketa tanah seluas 5000m2 di Perumahan Greenville yang akan dibangun sekolah.



Ketika kita melintas di jalan utama perumahan tersebut sepertinya memang biasa-biasa saja. Kegiatan ekonomi dan aktivitas warga di tempat tersebut terlihat berjalan lancar. Sepertinya warga tidak peduli dengan sengketa tanah yang sebenarnya mengancam hak mereka.

Tapi, bila kita perhatikan setelah kantor Bank BCA sesudah pintu gerbang perumahan tersebut, terdapat sebuah spanduk yang menyatakan,”Kami Warga Greenville (Rt 09/10/11/12 RW 014) Tidak Setuju Taman dan Tempat Penyerapan Air Dijadikan Sekolah. Mohon Pemda Jakarta Barat Mengambil Tindakan Tegas!”

Aha! Ini toh, yang menjadi permasalahan. Warga Greenville keberatan pembangunan sekolah di wilayahnya. Lho, kenapa bangunan sekolah tidak boleh dibangun di wilayah perumahan? Bukannya banyak perumahan yang memiliki bangunan sekolah? Bukannya sekolah akan mempermudah penghuni perumahan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya? Apa yang salah?

Ada yang salah dalam pembangunan sekolah tersebut. Begini, ternyata lahan yang akan dibangun sekolah oleh sebuah yayasan dengan inisial YN tersebut semula diperuntukkan untuk taman dan penyerapan air Perumahan Greenville.

Melihat salah peruntukkan itu saja sebenarnya sudah salah. Kenapa lahan yang harusnya menjadi tempat penyerapan air akan dibangun sekolah? Bukannya di perumahan tersebut sudah sering terjadi banjir?

Tapi, pihak Yayasan YN merasa tidak bersalah. Sebabnya apa? Mereka ternyata sudah mengantongi ijin mendirikan bangunan dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik atas lahan tersebut. Karuan saja mereka berani dan merasa sah membangun apa pun di situ.

Permasalahan tidak sampai di situ, ternyata ada dugaan kuat warga bahwa ada permainan Yayasan YN untuk mengelabui pihak Pemda DKI Jakarta, terutama PT Greenville yang mengantongi SIPPT No2120/A/BKD/1974 untuk menyalahgunakan berbagai ketentuan Pemda DKI.

Dalam SIPPT tersebut di atas, disebutkan kawasan perumahan yang merupakan tanah Fasum 5000m2 itu, tidak dapat diterbitkan sertifikat, apalagi izin mendirikan bangunan (IMB), dilarang pihak perusahaan selaku pengelola komplek perumahan mengutak-atiknya, apalagi menjualnya pada pihak lain.

Singkat kata, ternyata di tanah tersebut ada dua kepemilikan sertifikat, antara Yayasan YN dan PT. Greenville.

Menurut Rafles H. Situmeang yang mewakili warga sebagai Koordinator Komisi Hukum RW 014, keberadaan dua sertifikat di atas tanah Fasum yang belum diserahkan pihak PT. Greenville kepada Pemda DKI Jakarta itu, jelas menyalahi peraturan.

Keberadaan Sertifikat HM.No.1478 dan Sertifikat HM No.1471 ini diterbitkan tanggal 25 Juli 1987 oleh Kepala Kantor BPN Jakarta Barat. Sedangkan IMB diberikan Dinas P2B DKI Jakarta kepada Yayasan YN.

Sertifikat dari kantor BPN Jakarta Barat di atas pada tahun 2001 tersebut berdasarkan Akte Jual Beli No.30 yang dibuat tanggal 14 Maret 2001.

Rafles menengarai, IMB yang dimiliki Yayasan YN tersebut tidak sesuai dengan lokasi pembangunan. Bahkan, mereka meragukan keabsahan sertifikat hak milik (SHM) atas lahan yang akan dijadikan Sekolah Dasar (SD) internasional itu, karena merupakan lahan Fasos Fasum yang harus diserahkan ke Pemda DKI Jakarta.

“Kami telah berulang kali menyurati pihak Pemkodya Jakarta Barat, mulai dari Camat Kebon Jeruk, Sudin Tata Kota hingga Walikota Jakarta Barat, Haji Fadjar Pandjaitan, mengenai penolakan kami atas pembangunan sekolah di atas lahan untuk taman tersebut. Namun, sampai saat ini tidak pernah ada tanggapan,” jelas Rafles.

Pembangunan sekolah oleh Yayasan YN tersebut, menurutnya, dimulai sejak September 2007 lalu. Saat itu, Yayasan YN mulai mendirikan pagar seng di sekeliling lahan yang berada di wilayah RW 014 Kel. Duri Kepa ini. Lalu dilanjutkan dengan pembangunan tiang pancang dan pondasi di lahan tersebut pada awal Oktober lalu.

Seperti yang dilansir dari Majalah Derap Sengketa, lahan yang dipakai Yayasan YN adalah tanah Fasum, sesuai dengan ketentuan Gubernur DKI Jakarta dalam SIPPT PT. Greenville dan dapat dibuktikan dalam Blad 27/29 dan 28/29 yang telah ditetapkan oleh pihak Dinas Tata Kota DKI Jakarta, mulai tahun 1974.

Mengacu pada Surat Gubernur KDKI Jakarta Tgl 1 April 1969 No.Ad.7/1/53/69, P.S.P.N, Pemprov DKI Jakarta memberikan izin penggunaan tanah kepada PT Greenville, hanya di atas tanah seluas 31.621 HA, dengan perincian :
1. 5 HA untuk waduk
2. 14 HA untuk pusat wilayah
3. 13 HA untuk perumahan yang terdiri :
a. 6 HA untuk O.K.W, O.K.P, G.K.P
b. 1,2 HA untuk BZ
c. 1 HA untuk jalur hijau
d. 4,5 HA untu jalan dan sisanya untuk Taman Kanak-kanak

Dalam surat tersebut telah ditentukan dengan jelas, bahwa yang dapat dioperkan pembangunannya kepada pihak lain, hanya tanah seluas 1,2 HA yang peruntukkannya B.Z.

Pada hakekatnya, pengoperan tanah, selain tanah yang oleh gubernur tersebut, jelas merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Surat Gubernur KDKI Jakarta. Karena tanah yang dioperkan oleh P.S.P.N kepada Tjan Hian Bu, kemudian dioper lagi kepada Ny Kustinah Cs, dalam hal ini PT Greenville hanya seluas 19HA yang diperuntukkan sebagai pusat wilayah dan waduk.


Salah Alamat
Nah, ini yang juga menjadi pangkal masalah. Kenapa udah tahu salah alamat, kok tetap dibangun. Lokasi pembangunan sekolah oleh Yayasan YN tersebut ternyata tidak sama dengan yang tertera di sertifikat.

Warga meragukan keabsahan IMB itu, ucap Raffles, sebab dalam izin tersebut, lokasi bangunan berada di kawasan Kompleks Green Ville Blok D-12 RT 004/04 Kel. Duri Kepa. Padahal lahan yang akan dibangun sekolah itu berada di wilayah RW 014.

“Di sini tidak ada RT 004/04, yang ada RT 09, 010,011, dan 012. Ini kan aneh, lokasi lahan untuk membangun dengan yang tertera di IMB tidak sama,” tegasnya.

Wah, kok bisa begini? Jadi teringat kasus serupa di Meruya Selatan. Di sana warga dan pemerintah yang memiliki aset di tanah seluas 44hektar, terancam digusur oleh PT Portanigra yang mengantongi keputusan MA No 2863 K/Pdt/1999 tanggal 26 Juni 2001. Padahal warga memiliki sertifikat yang sah, begitu juga dengan PT Portanigra melalui putusan MA tersebut.

Baik masyarakat dan pengusaha setempat yang akan digusur, bahkan Pemkodya Jakarta Barat sekalipun tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Malah, Pengadilan Negeri Jakarta Barat sendiri - yang akan mengeksekusi- tidak tahu tanah mana yang akan dieksekusi. Aneh, kan?

Tidak adanya ketegasan dan dualisme seperti ini memang sering terjadi. Entah karena memang sudah begitu semrawutnya lalu-lintas sertifikat hak milik dan IMB di Jakarta sehingga Kantor BPN dan Dinas P2B tidak tahu mana yang benar dan tidak. Atau memang ada KKN di sana?

Akan Berdemo
Masih menurut Majalah Derap Sengketa, sejumlah warga Perumahan Greenville mengaku sudah cukup sabar menahan diri. Terhitung sejak 2002, saat mengetahui persis bahwa lahan seluas 5000 m2 tersebut adalah Fasum milik Pemda DKI Jakarta.

Warga balik bertanya, mengapa Dinas P2B dapat menerbitkan izin Mendirikan Bangunan (IMB), bahkan telah diperpanjang oleh Ir. Hari Sasongko Kushadi W, setelah habis masa berlakunya, pada tahun 2004 lalu kembali diperpanjang.

Warga mengatakan, jika bangunan ini tidak segera dibongkar aparat, kami akan melakukan demo ke kantor Gubernur dan DPRD DKI Jakarta, termasuk ke Kantor Badan Pertanahan Nasional.

Secara teknis, pengembang telah melanggar dan menyalahi aturan. Dari perijinan hingga melanggar GSB, GSJ, terutama nekatnya mencaplok lahan Fasum di Perumahan Greenville.
Di samping itu, pembangunan sekolah ini pun akan menggangu keasrian Perumahan Greenville dan juga merugikan Pemda DKI Jakarta.

Menurut warga, tanah yang dikuasai Yayasan YN selama ini, sampai dapat menerbitkan sertifikat hak milik adalah akibat permainan mafia tanah yang bekerja sama dengan pihak BP Jakarta Barat dan Dinas P2B, tanpa memperhatikan ketentuan planning sesuai Blad 27/29 dan 28/29 yang sudah ditetapkan Dinas Tata Kota DKI Jakarta mengenai lahan tersebut.

Permasalahan ini telah berulang kali dilaporkan pada aparat penegak hukum, terutama pihak pejabat Pemda DKI Jakarta, tapi kegiatan pihak Yayasan YN tetap berlanjut.

Warga sudah pula berulang kali mendesak Walikota Jakarta Barat, Drs H. Fadjar Pandjaitan supaya segera menghentikan pembangunan di atas lahan Fasum tersebut. Selain merugikan pemda, juga sudah sangat meresahkan kenyamanan lingkungan tempat tinggal warga setempat, tapi walikota sampai sekarang ini kelihatannya memilih diam.

Tutup Mulut
Dalam menyelesaikan masalah ini, sepertinya sebagian besar warga Perumahan Greenville sudah menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara mereka. Entah dengan alasan apa, mereka lebih banyak diam dan mengaku tidak tahu menahu mengenai masalah ini.

Seperti ketika AdInfo menanyakan duduk perkara sengketa tanah ini kepada Sekretaris RW 014, Ibnu Sinurat, dirinya tidak bisa berkomentar apa-apa. “Untuk lebih terangnya tentang permasalahan ini, Anda bisa menghubungi perwakilan warga,” katanya.

Begitu juga ketika AdInfo mencoba mencari keterangan dari seorang RT setempat yang malah katanya berdiri di posisi tengah. Tidak membela siapa-siapa. Bisa dikatakan dirinya berada di tempat yang netral antara pemilik lahan yang ingin membangunnya menjadi sekolah dan warga yang menuntut peradilan tentang lahan Fasum yang diperjualbelikan pada perorangan. Kenapa begitu?

“Jadi, saya benar-benar ada di posisi yang netral. Ya, jika ada pihak sekolah yang meminta tanda tangan atau persetujuan, saya berikan. Ini pun saya lakukan kepada pihak warga yang dalam hal ini menolak pembangunan sekolah yang awalnya diperuntukan sebagai taman bermain dan wilayah serapan. Jadi posisi saya tidak termasuk yang pro atau kontra. Saya sih, ada di tengah-tengah,” ujarnya.

Wah, kalo gitu berarti tidak ada pendiriannya dong, Pak RT. Kenapa ngga di bela keinginan warganya. Padahal Perumahan Greenville itu sering banjir. Kalau tempat serapan airnya didirikan bangunan bukan nantinya akan menyebabkan banjir menjadi kian parah?


Read More ..

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP