Rumah-rumah Pembuat Tempe

Keberadaan komunitas pembuat tempe merupakan potret langka sebuah kehidupan yang jarang kita temukan di Jakarta. Kesederhanaan mereka, tak tergerus jaman.

Panas terik siang itu di “perumahan tempe” sebutan lain Komplek Kopti (Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia), berlokasi di Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Suasana lingkungannya tenang, damai, dan jarang lalu lalang kendaraan.

Wajar saja, karena 95 persen warganya disibukan dengan aktivitas membuat tempe sepanjang hari. Aktivitas membuat tempe sudah berlangsung lebih kurang 15 tahun dan sudah menjadi sumber nafkah ratusan warga “perumahan tempe”.
Rasmani (42), salah seorang pengusaha tempe asal Pekalongan mengatakan, pembuatan tempe di sini berskala rumahan dan ada sekitar 765 rumah dijadikan lokasi pembuatan tempe.


Mengenai jumlah produksi tempe dalam sehari bervariasi, tergantung banyaknya kedelai yang dipakai. Pastinya, 1 kwintal kedelai biasanya menghasilkan 30 cetak tempe dengan panjang 2,5 meter dan lebar 25 cm. Tempe hasil produksi setiap hari kami jual lansung ke perorangan, pengepul, dan pasar tradisional.

“Menyoal suplai kedelai, selama ini tidak ada kendala. Stoknya selalu tersedia. Saat ini, kami pakai kedelai impor asal China, Kanada, dan Amerika karena kedelai lokal tidak terjamin mutunya dan menjadikan tempe tidak enak.

Perlu Dukungan
Dulu, tempe identik sebagai penganan “ndeso” atau identik dengan makanan rakyat kelas bawah. Namun sekarang berbeda, kini tempe menjadi “raja” di negeri seberang. Karena sarat nilai kandungan gizi, menjadikan tempe sebagai makanan primadona di sana. Tidak hanya Jepang yang mengakui itu, negara-negara maju lainnya pun mengakuinya.

Untuk memperoleh bahan baku kedelai impor tidaklah sulit, di sini saja ada 3 - 4 toko penjual kedelai. Harganya pun stabil yaitu, Rp 485 - 500 ribu per kwintalnya. Harga kedelai pernah tidak stabil sekitar 2 - 3 tahun lalu, angkanya pernah mencapai Rp 750 - 800 ribu/kwintal.

Perhatian dari pihak-pihak terkait seperti koperasi sebagai pengayom kami selama ini, tidak banyak membantu. Akhirnya, kami bergerak sendiri. Padahal, apabila kami sebagai pengusaha tempe dan pengurus koperasi saling membantu, akan membawa banyak keuntungan ekonomis.

Tempo hari saja, ada pengusaha Jepang tertarik impor tempe produksi kami, namun tawaran bagus itu “menguap” tanpa kejelasan. Belum lagi, kerjasama lainnya yang tidak ditindak lanjuti oleh pengurus koperasi.

Wisata Ilmiah
Sebanyak 95 persen warga komplek Kopti adalah pembuat tempe. Kekhasan komunitas ini merupakan daya tarik tersendiri untuk diekspos ke masyarakat luas. Tentu untuk menyukseskan gagasan ini perlu penggarapan serius dan melibatkan pihak-pihak terkait.

Penggarapan serius bisa saja dimulai dengan penataan dan pendataan tiap-tiap rumah yang menjadi tempat pembuatan tempe. Sebagai ide, di sini nanti pengunjung bisa menyaksikan proses pembuatan tempe dari awal hingga akhir. Proses pembuatan tempe dari awal hingga akhir adalah daya tarik dan bisa di ekspos, tentu menjadi nilai tambah ekonomis bagi warga Kopti.

Bahkan, bila perlu dibangun warung khusus menyajikan tempe mentah dan jadi—agar pengunjung bisa langsung menikmati tempe hasil produksi di tempat. Tempe jadi pun bisa diolah ke macam varian tempe olahan dan bisa dijadikan sebagai buah tangan pengunjung sehabis mengunjungi sentra pembuatan tempe.

Sasaran pengunjung yang dibidik untuk wisata ilmiah ini sudah pasti pelajar, mahasiswa, para peneliti dan masyarakat luas (turis lokal dan mancanegara). Bahkan, bukan tidak mungkin nantinya wilayah ini bisa menjadi tujuan wisata ilmiah unggulan DKI Jakarta.

“Sebagai indikasi ketertarikan seseorang akan proses pembuatan tempe, beberapa pengusaha dari Jepang dan Australia pernah berkunjung ke sini. Melihat-lihat cara pembuatan tempe dan mereka berminat ingin membeli tempe kami,” kenang bapak dengan satu cucu ini.

Sekali waktu, pernah secara sporadis perseorangan datang melihat-lihat cara pembuatan tempe. Potensi kunjungan seperti itu akan meningkat jumlahnya apabila digarap serius. Bukan tidak mungkin, nama Komplek Kopti “perumahan tempe”, bisa sebagai pusat penelitian ilmiah tempe berkelas dunia,” tutup Rasmani.

Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP