Mengais Kali Baru, Bersihkan Sampah Plastik

Bagi para pemulung di atas Kali Baru, Kapuk, Cengkareng, keberadaan sampah botol plastik, gelas, dan kayu adalah sumber penghidupan. Setali dua uang, keberadaan mereka secara tidak langsung juga menjaga kebersihan kali karena mengurangi volume sampah.

Melewati jalan di tepian Kali Baru, ada pemandangan yang tak lazim seperti di kali-kali lain di Jakarta. Beberapa perahu berukuran kecil dengan seorang pemulung di atasnya sedang mengais lalu memulung sampah plastik dengan cara diserok. Sampah plastik dimaksud tentunya yang bisa dijual, seperti bekas gelas dan botol plastik air mineral ukuran sedang dan 1 liter.

Setelah seharian memulung dan muatan sampah botol plastik di perahu terasa cukup, pemulung-pemulung tersebut biasanya langsung bergegas menuju lapak untuk menjualnya. Bagi mereka, sampah-sampah tersebut membawa rezeki—sebagai sumber penghidupan sehari-hari.

Kalau lagi beruntung, sampah plastik yang didapat bisa mencapai 10 kilo dan sedikitnya hanya ½ - 2 kilo. Di lapak-lapak penampungan, 1 kilo sampah plastik tersebut dihargai Rp 2 ribu.

Para pemulung di kali tersebut terhitung cukup banyak. Dari remaja sampai orang tua yang sudah memiliki keluarga. “Alhamdulillah, dari hasil memulung, saya bisa menghidupi isteri dan keempat anak saya,” kata Aan (55) yang memulung di kali Baru sejak 1997 silam.

Panen di Musim Penghujan
Bila sudah menjadi profesi, apa pun risikonya, pasti akan ditempuh. Sama halnya dengan para pemulung di kali ini, mereka tak peduli dengan teriknya sinar matahari dan bau tak sedap yang menyegat. Belum lagi air kali yang terlihat tidak lagi bening, melainkan berwarna hitam pekat dan berlumpur.

Dalam mencari rejeki, ternyata mereka pun memiliki pasang-surut. Ada kalanya sampah plastik berlimpah di kali, tapi ada pula saatnya kali bersih dari sampah plastik. Pada musim kemarau, biasanya sampah botol plastik akan sulit didapat. “Kalau sampah sedang sedikit, biasanya kami akan berperahu mengarah ke hulu. Pokoknya, cari ke mana saja, siapa tahu ada sampah yang terjebak di pinggir-pinggir kali,” terangnya.

Sebaliknya, pada musim penghujan, akan banyak sampah botol plastik yang terbawa arus air dari hulu menuju hilir. Menurut Aan, musim penghujan membawa berkah tersendiri buat kami. Musim itu adalah saatnya panen sampah botol plastik.

“Sepengetahuan saya, teman-teman yang berprofesi sebagai pemulung di kali baru mencapai 50-an orang. Jumlah itu baru yang saya tahu, mungkin jumlahnya bisa lebih. Para pemulung bisa dilihat dari mulai jembatan Daan Mogot hingga ke arah hilir Kali Baru, Kapuk, Cengkareng,” terang Aan.

Seperti disebutkan di atas, keberadaan para pemulung ini tidak bisa dipungkiri juga ikut mengurangi volume sampah kali. Bayangkan, minimal ½ - 2 kilo sampah plastik diangkat dari kali tersebut. Bila dikali 50 orang, sudah berapa banyak sampah yang mereka angkut? Secara tidak langsung, mereka juga ikut menjaga kebersihan kali dari sampah, khususnya sampah botol plastik.

Sama seperti Aan, Sardono (60) yang mulai berprofesi sebagai pemulung sampah botol plastik sejak tahun 1997, menganggap sampah botol plastik seperti “seonggok uang”. Makanya, tidak hanya di kali Baru, di mana ada sampah, ia pun akan ke sana untuk memulungnya. “Sampah sudah saya anggap uang,” katanya.

Perahu sebagai sarana trasportasi utama bagi pemulung di atas air rata-rata adalah kepunyaan sendiri. Kondisi perahu bocor karena termakan usia kerap mereka alami.
“Kalau bocor, kami perbaiki sendiri. Menambalnya dengan serat fiber yang bisa awet hingga satu tahunan. Kalau diperbaiki orang lain, biayanya bisa menghabiskan dana sebesar Rp 200 ribu. Tapi, biaya segitu masih wajar, dari pada bikin perahu baru yang harganya sekitar satu jutaan,” ucap Sardono.

Melihat kesederhanaan para pemulung sampah ini, sering terpikirkan bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? Sedangkan biaya hidup dan harga-harga kebutuhan pokok sudah melambung tinggi. Belum lagi kebutuhan pendidikan dan lainnya. Apa mereka masih bisa mencukupinya?

“Kami tidak berharap muluk-muluk, kondisi perahu layak jalan dan bisa memulung banyak sampah plastik saja itu sudah cukup. Dan kami bersyukur bisa menghidupi isteri dan anak-anak kami dari hasil pekerjaan halal ini,” tutupnya.

Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP