Bergeliat, Meski Tersandung Tarif dan Kualitas Koneksi
Seiring perkembangan teknologi informasi, internet sepertinya sudah menjadi hal yang pokok bagi masyarakat perkotaan. Mulai pelajar sampai pekerja profesional sangat membutuhkan jaringan internet.
Namun karena bilangan harga sambungan internet yang masih terbilang mahal, tidak semua orang bisa menikmati jejaring internet. Solusinya adalah dengan menggunakan jasa Warung Internet (Warnet) yang banyak tersebar di mana-mana.
Warnet di Indonesia sendiri berawal dari di antara para aktifis Internet Indonesia di tahun 1997-1998. Mereka mengartikan Warnet sebagai sebuah kios yang memiliki banyak komputer untuk disewakan bagi pengakses Internet.
Pada masa itu, secara tidak sadar terjadi perebutan singkatan Warung Internet antara WARIN dan WARNET. Seharusnya jika kita konsisten dengan proses menyingkat kata, seperti WARTEG (Warung Tegal) dan WARTEL (Warung Telekomunikasi), maka yang seharusnya di pilih adalah WARIN.
Karena Internet, .NET, menjadi akhiran yang sangat menarik dalam jaringan Internet, maka kebanyakan rekan-rekan di masa itu lebih memilih istilah WARNET daripada WARIN. Oleh karena itu tidak heran hingga saat ini WARNET diadopsi oleh masyarakat Indonesia. (www.wikihost.org)
Masih dalam laman yang sama, dikatakan bahwa Warnet pertama kali didirikan pada 1 Juli 1995 dengan nama PT BoNet Utama (BoNet). Warnet ini merupakan ISP swasta kedua setelah Indonet Jakarta.
Kantor pertama BoNet terletak di Cafe Botanicus tengah Kebun Raya Bogor, yang secara naluriah langsung membuat Warnet yang dikhususkan untuk turis-turis yang sedang berkunjung ke Kebun Raya Bogor. Oleh karena itu, cukup sepadan jika kita mengatakan bahwa Warnet di Bogor dan juga di Indonesia adalah BoNet yang waktu itu terletak di tengah Kebun Raya Bogor.
Beberapa Warnet pertama lainnya di Indonesia adalah, CCF Surabaya, Cyber Corner Jakarta, Toko Gunung Agung Jakarta, Maga Yogya, GAMA Net Yogya, Pujayo Cafe Net Yogya, dan Pointer.
Aktifitas pembuatan WARNET cukup marak di 1996-1998, beberapa pemain yang dominan antara lain adalah Wasantara dari PT. POS Indonesia, BONET dan POINTER yang merupakan segelintir WARNET awal Indonesia.
Sedangkan di komunitas kita, belum diketahui Warnet mana yang pertama kali berdiri. Kebanyakan berlokasi di dekat kampus seperti di Universitas Mercu Buana atau Bina Nusantara. Selebihnya didirikan di pinggir-pinggir jalan strategis atau di dalam komplek perumahan.
Bukan jaringan internet untuk keperluan browsing, chatting, email, atau download saja yang disediakan Warnet-Warnet tersebut. Tapi juga game center yang banyak disukai anak-anak dan remaja dengan permainan game online-nya.
Kalau dilihat persentasenya, ternyata sebagian besar masyarakat komunitas datang ke Warnet bukan untuk keperluan browsing atau chatting, tapi mereka malah lebih memilih bermain game online.
“Rata-rata yang datang adalah anak-anak hingga dewasa. Perbandingan antara bermain game online dan browsing adalah 75 - 25 %,” kata Pemilik Flet Net yang berlokasi di Ruko Taman Permata Buana, Sandy.
Bahkan di Warnet milik Jusuf, Mi Net yang terletak di Meruya, perbandingan tersebut semakin tajam. Dikatakan olehnya, 95% masyarakat yang datang adalah untuk bermain game.
Perkembangan dan Kendala
Meskipun rencananya pemerintah akan menurunkan tarif internet per Juli nanti, kenyataanya masih banyak pengusaha-pengusaha Warnet yang optimis kalau usahanya tidak akan terganggu.
Pasalnya, selain layanan browsing, email, dan sebagainya, banyak di antara Warnet yang menyediakan layanan game online. Layanan inilah yang menjadikan Warnet bertambah “hidup”.
Tapi, di balik itu semua, sepertinya Warnet memang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Buktinya, pengunjung Warnet makin lama bukan semakin sedikit.
“Bisnis warnet jelas masih sangat menjanjikan. Hal ini bisa dilihat dari perkembangannya yang sangat pesat. Selain dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas kantor, sekolah, atau kampus, Warnet juga bisa dijadikan tempat hiburan bagi anak-anak yang ingin bermain game,” kata Jusuf.
Sama halnya dengan Jusuf, pemilik Warnet Zanetta di dekat Universitas Binus, Indra Yogiswara mengatakan, keberadaan Warnet ini masih sangat dibutuhkan. Lihat saja di dekat kampus sini, biar pun sudah ada beberapa Warnet yang berdiri, tapi tetap saja pengunjungnya masih banyak.
Dan bila pemerintah memang ingin menurunkan tarif internet, sepertinya tidak akan banyak berpengaruh dengan bisnis ini. “Jika kita lihat, tidak sedikit mahasiswa dan mahasiswi yang sebenarnya sudah memunyai jaringan internet di tempat kos atau rumahnya sendiri. Namun, tetap saja mereka datang ke Warnet,”ucap Indra.
Kalau pemerintah memang akan menurunkan tarif koneksi internet, tambahnya, itu memang sudah seharusnya. Karena saat ini, koneksi internet masih terbilang mahal.
Bahkan, menurut Kepala Group Operasional Snapy Tanjung Duren, Minarto, penurunan tarif koneksi internet adalah yang diinginkan hampir seluruh pengusaha Warnet. Hal ini jelas tidak akan memengaruhi pendapatan, malah akan bisa meningkat omzet.
Seperti halnya jenis usaha lain, Warnet pun memiliki kendala dalam kesehariannya. Terutama mengenai sambungan internet yang sering “drop” dan masih terbilang mahal. Bila itu sering terjadi, bukan tidak mungkin akan membuat penggunanya bosan menunggu dan akhirnya akan mengurangi pendapatan Warnet karena ditinggal pergi penggunanya.
“Koneksi di Indonesia belum stabil. Sering terganggu, khususnya pada waktu jam-jam kerja. Harapan saya sih, tarifnya bisa turun dan stabil tanpa ada gangguan,” kata Pemilik Davi Dot Net, Victor.
Senada dengan Victor, Sandy pun mengatakan kalau selain harganya yang masih mahal, kualitas koneksi internet pun masih sangat buruk. Setiap harinya, pasti ada saja drop-nya. Harapannya, pemerintah bisa menurunkan harga koneksi dan memperbaruinya.
Tapi, mengenai kualitas koneksi ini, ada pula yang berpendapat lain. Kata Pemilik Mi Net, Jusuf, koneksi di Indonesia terbilang sudah bagus. Namun, tergantung providernya masing-masing.
Sementara itu, selain yang disebutkan di atas, kendala lain yang sering dialami pengusaha Warnet adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengusaha Warnet.
“Pemerintah sepertinya masih kurang memerhatikan usaha-usaha Warnet saat ini. Pemerintah seharusnya memberikan perhatian yang lebih dengan memberikan birokrasi pembuatan Warnet yang cukup mudah,” ucap Jusuf.
Lainnya, ujar Sandy, adalah biaya listrik yang cenderung suka naik. Untuk mengatasinya, terpaksa kita harus membuat jalan keluarnya, tanpa harus menaikan harga sewa.
Kemudian, Minarto menambahkan, masalah yang mengganggu pengusaha adalah virus. Meskipun dianggap masalah kecil, tapi harus terus diantisipasi dengan memasang antivirus. Karenanya, sekitar 2 minggu sekali, kami rutin melakukan pembersihan virus.
Usaha Warnet
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memulai usaha Warnet. Hal yang harus benar-benar dipikirkan adalah lokasi yang strategis dan pilihan provider koneksi internet yang cepat. Sedangkan modal usahanya sendiri berkisar Rp 90 – 250 juta.
“Hal yang sangat dibutuhkan dalam usaha ini adalah lokasi. Pilihlah tempat yang strategis dilengkapi dengan tempat parkir yang luas. Selain itu, jaringan dan perangkat kerasnya pun perlu diperhatikan. Investasi Warnet saya sendiri sekitar Rp 100 juta,” tutur Jusuf.
Lokasi di dekat target utama pengguna Warnet seperti berdekatan dengan kampus adalah pilihan yang bagus. Boleh dibilang, bila ada Warnet dekat kampus, pasti “ngga ada matinya”. Tidak kenal libur.
Kalau pun mahasiswa sedang masa liburan, tetap saja ada yang berkunjung ke Warnet. Sebabnya, di sekitar kampus pasti banyak tempat-tempat kos. Nah, mereka yang tidak pulang ke rumah atau “kampung halaman”nya inilah yang mengisi Warnet-Warnet tersebut.
Perangkat keras seperti komputer pun harus dipikirkan sebagai cara untuk menarik banyak pengunjung. Bila komputer tersedia cukup banyak, maka orang yang menggunakannya pun banyak. Itu artinya, pendapatan akan semakin banyak.
Warnet pun harus dilengkapi dengan kelengkapan pendukung lain seperti headset untuk voice chatting dan webcam. Perlengkapan ini biasanya sering dicari oleh penggunan Warnet. Apalagi kalau Warnet juga dilengkapi dengan komputer-komputer khusus permainan game online.
Seperti yang dikatakan seorang perencana keuangan, Mike Rini dari perencanakeuangan.com, Dalam usaha warnet, produk utama yang ditawarkan adalah jasa pemakaian internet dan game station. Jasa internet yang dilengkapi dengan fasilitas voice chat & webcam, tentunya lebih menarik.
Begitu juga dengan game station. Ada banyak game on-line saat ini yang tengah digemari dan jika Warnet Anda tidak mau ketinggalan dan ingin menarik lebih banyak pelanggan, pastikan telah menyediakannya.
Selain itu juga, bisa ditawarkan jasa-jasa yang berhubungan dengan computer services, misalnya rental komputer, printing black & white, colour printing, scanning, perbaikan komputer yang rusak, jual beli komputer baru/second.
Anda pun bisa menambah variasi jasa layanan, misalnya pengetikan dan terjemahan, atau mencoba untuk menjual produk lain yang berhubungan dengan komputer, misalnya menjual disket, CD, headset, tinta printer compatibel, dan lain-lain.
Intinya, semakin banyak varisasi jasa yang ditawarkan, tentunya akan semakin menarik orang untuk datang. Namun, lakukanlah penambahan variasi jasa secara bertahap mengikuti permintaan konsumen.
Di samping itu, tambah Indra, Warnet juga harus dilengkapi dengan desain interior yang menarik dan tempat yang nyaman. Tarifnya pun harus diberikan yang menarik. Berikan fasilitas-fasilitas pendukung lain yang membuat orang betah. Seperti menyediakan softdrink atau makanan ringan. Kalau modalnya sendiri, saya mulai dengan angka Rp 90 juta.
Legalitas dan Pornografi
Bukan rahasi lagi kalau masalah legalitas software yang digunakan selalu dipertanyakan dalam usaha Warnet. Mahalnya software asli membuat beberapa Warnet ingkar menggunakannya. Alasannya, apalagi kalau bukan semakin membengkaknya nilai investasi atau modal usaha, bila harus menggunakan software tersebut.
Tapi, sebagian besar Warnet yang berada di komunitas kita sudah menggunakan software asli. Mereka (pemilik internet) memiliki alasan tertentu kenapa menggunakannya.
“Semua tergantung dari pengusahanya sendiri. Saya menggunakan Windows original karena ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah jika terjadi sweeping, kami akan bebas. Sedangkan jika memakai bajakan, akan sangat rugi sekali. Selain komputernya diangkut, bisa juga ijin usahanya ditutup,” kata Indra.
Sepakat dengan Indra, Minarto juga mengatakan bahwa apapun yang dipakai pengusaha Warnet, original maupun bajakan, adalah hak mereka sendiri. Kerugian dan keuntungannya pun mereka yang akan merasakan.
Dan jika memang pengusaha harus mengunakan software seperti Windows yang original, pemerintah harus benar-benar memegang teguh peraturan itu. Hal ini bisa dilakukan dengan menyeragamkan semua usaha Warnet dengan penggunaan Windows original. Selain itu, pemerintah juga harus menurunkan harganya buat para pengusaha warnet.
Kemudian mengenai Warnet yang identik dengan pornografi, tentunya tidak bisa disalahkan Warnetnya. Tapi, individu penggunanya yang harus terus diawasi. Seketat atau secanggih apa pun filterisasi untuk memblokir pornografi di internet, pasti ada saja cara untuk menjebolnya.Kalau memang serius, pemerintah pun harus benar mengawasi pelaksanaanya.
“Pemblokiran situs-situs porno yang dilakukan sangat bagus sekali. Namun hingga saat ini, program khusus pemblokiran masih belum direalisasikan kepada pengusaha-pengusaha Warnet yang ada. Sehingga kami masih berusaha sendiri untuk memblokirnya,” ujar Jusuf.
Pemblokiran situs-situs porno ini pun, tambah Sandy, harusnya dilakukan secara kontinyu. Yang penting sebenarnya bukan pada pemblokiran situs-situsnya, tapi lebih kepada penyuluhannya yang harus terus-menerus dilakukan.
Tapi seharusnya, pemblokiran ini bukan dari Warnet. Mereka tidak bisa kalau terus menerus harus mengawasi penggunanya. “Pemblokiran bukan dari hulunya, tapi dari pusatnya. Karena pengelola Warnet tidak bisa terus mengontrol para pelangganya. Dampaknya, masih banyak Warnet yang kurang terkontrol,” ucap Victor.
Meskipun begitu, sepertinya para pengusaha Warnet tersebut masih peduli dengan dampak yang bisa ditimbulkan oleh cyber pornografi. Buktinya, mereka sengaja membuat tempat usaha dengan desain terbuka, mudah dilihat, tapi tanpa mengganggu privasi penggunanya.
“Pemblokiran konten pornografi itu sangat bagus. Dalam hal ini saya sangat mendukung pemerintah dalam memerangi situs-situs pornografi karena secara tidak langsung bisa menghancurkan moral anak-anak,” ungkap Indra.
Hal tersebut pun diamini oleh Sandy yang menurutnya, sampai saat ini hampir terbilang tidak ada konsumen yang berani membuka situs-situs porno di tempatnya. Selain karena ruangannya yang dibuat terbuka, pihak pengelola pun selalu mengantisipasinya dengan melakukan kontrol yang ketat.
Bahkan di Snappy Tanjung Duren, digunakan kamera CCTV untuk memonitor kelakuan penggunanya. Selain untuk hal tersebut, kamera CCTV ini dipasang juga agar penggunanya tidak berbuat tindakan asusila di dalam Warnet.
“Pemblokiran konten pornografi sangat baik sekali. Hal ini karena selain situs-situs itu bisa merusak moral anak-anak, juga pembawa virus terbesar,” jelas Minarto.
Sama halnya di tempat lain, usaha Warnet di komunitas masih terus menunjukkan geliatnya. Namun ada dua masalah besar yang dihadapi para pengusaha. Pertama, adalah masalah tarif koneksi internet yang terbilang mahal dan kualitas sambungan yang masih belum maksimal. Kedua, adalah masalah internet pornografi.
Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam usaha ini kalau tarif koneksi internet menjadi lebih murah. Bisa akan bertambah maju, atau malah akan melorot pendapatannya. Selama pemilik komputer tidak terus bertambah dan tidak semakin luasnya infrastruktur jaringan internet, turunnya tarif internet tidak akan mengancam Warnet. Tapi, bila sebaliknya, bukan tidak mungkin para pengusaha tersebut akan banyak yang gulung tikar.
Kemudian mengenai pornografi, kalau tidak ada perhatian yang serius dari pemerintah, bukan tidak mungkin aturan-aturan bebas pornografi di Warnet akan hilang begitu saja. Sama halnya dengan aturan penggunaan software bajakan.