Pemilu dan Pilu Masyarakat
Kebingungan masyarakat memang banyak dijumpai di beberapa TPS. Masyarakat merasa masih belum paham dan kurang tersosialisasi dalam Pemilu kali ini. Akhirnya, mereka tidak pasti dalam memilih calon legislatif yang akan mewakili mereka di parlemen.
Meski begitu, sebagian besar masyarakat masih menganggap kalau Pemilu dan pemberian suara adalah hak konstitusional yang harus mereka gunakan. Buktinya, dari beberapa TPS yang ada di komunitas kita, masih dipadati masyarakat yang ingin mencontreng.
Menurut pantauan AdInfo di beberapa TPS, pencontrengan dilakukan mulai pukul 07.00 – 12.00. Seperti terlihat di TPS 114 Duri Kosambi, TPS 08 dan 09 di Kembangan Selatan dan TPS 067, 068 dan 069 di Kembangan Utara. Di sana, masyarakat berbondong-bondong datang ke bilik suara guna menentukan pilihannya masing-masing.
Namun, di tengah antusias masyarakat di hari pencontrengan tersebut, ternyata masih ada masyarakat yang tidak bisa menggunakan haknya. Mereka tidak tercantum dalam (DPT) Daftar Pemilih Tetap yang dikeluarkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Hal ini terjadi bukan hanya di komunitas kita saja, tapi juga di beberapa daerah di Indonesia.
Seperti dikutip dari Kompas (9/4), menurut Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta Adang Ruchiatna, di Cengkareng, ada 2.440 orang dengan NIK (nomor induk kependudukan) sama dan kami juga mendapat laporan bahwa 50.000 orang di Jakarta Barat tidak tercatat dalam DPT, padahal terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu 2004 dan dalam Pilkada. Hal ini terjadi juga di daerah lain dan saya perkirakan mencapai 20 persen.
Selain tidak terdaftar dalam DPT, masyarakat juga merasa kecewa karena mereka tidak bisa mencontreng meski memiliki KTP. Padahal, data pemilih yang dikeluarkan oleh KPU bedasarkan data kependudukan yang diperoleh dari masing-masing pemerintah daerah.
“Saya juga heran kenapa saya dan keluarga bisa tidak ada dalam DPT. Padahal saya memiliki KTP di tempat saya tinggal. Kalau begini, bisa-bisa saya juga tidak bisa memilih dalam Pilpres nanti,” kata salah seorang warga di Cengkareng Barat.
Di samping permasalah DPT tersebut, masyarakat pun masih memiliki kendala lain. Banyak di antara mereka yang bingung dengan mekanisme dan pilihan calon legislatif yang akan dipilih. Terutama masyarakat awam dan masyarakat lanjut usia.
Seperti yang terlihat di TPS 114. Menurut Hisar, salah satu warga Duri Kosambi, Cengkareng, Pemilu kali ini sangat membingungkan dengan banyaknya partai dan anggota legislatif yang ada. Makanya, hingga pencontrengan tiba pun, saya masih belum mempunyai calonnya. “Jangankan saya. Anggota KPPS saja terlihat masih bingung,” ujarnya sambil tersenyum.
Di TPS tersebut, pemilihan berlangsung dengan lancar. Aparat keamanan pun terlihat siap berjaga di tengah-tengah pemilihan berlangsung. Bahkan, Lurah Duri Kosambi, H. Naman Setiawan S.Sos pun terlihat memantau lokasi tersebut. ”Selain di TPS ini, saya juga memantau hampir di semua TPS yang ada di wilayah Kelurahan Duri Kosambi. Mudah-mudahan semuanya bisa berjalan lancar,” katanya.
Berbeda halnya dengan di TPS 067, Kembangan Utara. Di sana, ketika perhitungan suara dilakukan, ada surat suara yang semua bagian kertas ditandai dengan tanda silang, bukan contreng. Hal itu mungkin menunjukkan ketidakpercayaan warga pada Caleg dan Partai Politik yang hanya bisa memberikan janji-janji palsu.
Bukan itu saja, di TPS tersebut, ada pula warga yang terlihat bingung ketika melihat papan calon nama anggota legislatif. “Kok, nama calon yang saya akan contreng gak ada ya mas? Masih ada lagi gak yang belum ditempel ?” tanyanya pada Adinfo.
Menyinggung soal Pemilu legislatif, Jones Djatisasmito, Caleg DPR-RI Dapil Jakarta III yang juga merupakan warga komunitas, pada tanggal 13 April 2009 lalu menuturkan, belum mengetahui berapa hasil suara yang diperoleh hingga saat ini. Padahal, sudah 4 hari terhitung pencontrengan berlangsung. Menurutnya, kali ini KPU kacau dan terbilang lambat. “Saya dapat informasi untuk Dapil saya, baru 30 % suara yg masuk dari seluruh TPS yg ada,” ujarnya.
Lebih jauh Jones Djatisasmito menuturkan, saya melihat manajemen KPU sekarang kurang profesional dan saya sendiri sampai sekarang belum tahu dapat suara berapa. Hal ini membuat saya pribadi sangat sedih melihat bangsa Indonesia. Di mana pemilu kali ini, rakyat dipaksa Golput dan hak asasi rakyat tidak ada yang membela, termasuk pemerintah sekali pun.
“Saya agak pesimis dengan demokrasi bangsa Indonesia. Yang ada saat ini, adalah demokrasi yang menurut saya itu sama dengan bangsa bar-bar,” ujarnya.
Sungguh sangat saya sesalkan adalah kenapa hak pilih rakyat Indonesia yang konon jumlahnya ada 250 juta, tapi tidak dapat memilih seluruhnya. Bahkan hal ini tidak ada pembelaan terhadap rakyat yang tidak bisa memilih tersebut.
“Jadi, percuma dong kita jadi rakyat Indonesia, jika keberadaan kita sebagai rakyat tidak pernah dihargain. Saat ini, kepada siapa rakyat harus cari pembelaan,” tukasnya.
Menurutnya, di sinilah kita bisa tahu banyak contoh yang salah satunya adalah masalah mengurus DPT. Ini menandakan memang rakyat tidak pernah diajak dengan sungguh-sungguh untuk membangun bangsa ini. “Untuk pilpres, saya rasa melihat hasil suara yang beredar sekarang, SBY masih kuat untuk menjadi kandidat. Saya takutkan ke depan adalah terjadi keributan seperti di Thailand. Di mana banyak kelompok- kelompok tidak puas dengan hasil pemilu sekarang,” tukasnya.