Pertaruhan: Berpihak Pada Perempuan


“Hal yang dipertaruhkan dalam film ini adalah tubuh perempuan. Ketika menontonnya, diharapkan orang bisa lebih menghargai perempuan,” kata Nia Dinata selaku produser film antologi dokumenter PERTARUHAN.


Mulai tema yang bersinggungan dengan Kontras sampai hak perempuan ditampilkan dalam JiFFest 2008. Tahun ini, film bernafaskan kehidupan perempuan coba dimunculkan dalam format film dokumenter berjudul “Pertaruhan”.

Saat ini, film dokumenter di Indonesia masih berada di ranah pinggiran. Meski dari segi jumlah film dokumenter Indonesia lebih banyak dari film cerita, berbeda dengan film cerita yang telah mendapat spot light. Film dokumenter masih jauh dari berbagai segi seperti, jumlah penonton yang dapat dijangkau, tempat eksebisinya yang sangat terbatas, coverage media, dan perhatian publik yang minim.

“Hal ini terjadi karena salah satu alasannya, film dokumenter masih banyak diidentikkan dengan reportase investigatif. Memang kenyataannya banyak film dokumenter di Indonesia yang seperti itu, padahal cerita adalah unsur kekuatan dokumenter yang penting,” ujar Nia Dinata.

Lewat workshop film dokumenter Project Change! 2008, 24 pembuat film dokumenter diberikan pelatihan yang mengedepankan isu perempuan dan mengangkatnya dengan cara bercerita yang menarik. Empat pembuat film dokumenter yang terpilih lewat proses pitching dari workshop yang menjadi kerjasama antara Kalyana Shira Foundation, Dewan Kesenian Jakarta, dan The Body Shop itu kemudian difasilitasi untuk merealisasikan film mereka lewat bendera Kalyana Shira Films.

“Pertaruhan” yang menjadi judul antologi dokumenter ini, bercerita tentang isu perempuan lewat wacana tubuh perempuan. “Lima sutradara yang terpilih ini, lewat tema-tema soal mitos keperawanan, sunat perempuan, pekerja seks komersial dan diskriminasi dalam hak kesehatan reproduksi perempuan tidak menikah, dengan jeli membedah wacana soal tubuh perempuan dan diskriminasi terhadap perempuan lewat pendekatan dokumenter yang bercerita,” ujar Nia.

“Ucu Agustin, Lucky Kuswandi, Iwan Setiawan, M. Ichsan dan Ani Ema Susanti adalah para pembuat dokumenter yang sudah sewajarnya mendapat kesempatan agar karya mereka bisa diakses lebih luas. Oleh karena itu, kami melalui Kalyana Shira Foundation dan Kalyana Shira Films berupaya membawa hasil dokumenter ini ke tingkat yang berbeda dengan melakukan pemutaran perdana di JiFFest pada 8 Desember 2008, memutarkannya di bioskop layar lebar (meski karena keterbatasan dana, rilis film hanya dalam format digital), dan berbagai forum diskusi untuk membicarakan film dan isu film ini,” tambahNia.

Antusiasme dan kerjasama berbagai pihak dalam project film dokumenter ini, lanjutnya, serta adanya jaringan bioskop yang mau memutarkan dokumenter ini menjadi bukti bahwa film dokumenter, dan khususnya kali ini dengan isu perempuan, memiliki kesempatan untuk bisa berkembang dengan baik.

Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP