Pencemaran Air Tanah dan Biopori

Sudah menjadi konskuensi dari peradaban manusia bila lingkungan tercemar. Padahal, bila tidak memedulikan lingkungan, manusia sendiri yang akan menuai akibatnya. Selain pencemaran udara, pencemaran air tanah kini menjadi ancaman lain buat kelangsungan hidup manusia.


Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat Jakarta masih menggunakan air tanah untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti mandi, cuci, atau minum. Rendahnya pengetahuan dan kemauan masyarakat untuk menjaga air tanah, menyebabkan kualitasnya semakin buruk. Air tanah banyak tercemar limbah rumah tangga dan bakteri E-Coli (Eschercia Coli).

Patut diketahui, kandungan bakteri Eschercia Coli (E-Coli) di Jakarta, rata-rata mencapai 41 persen. Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan tingkat pencemaran tertinggi di Jakarta Barat mencapai 93,3 persen, Jakarta Pusat 43,5, Jakarta Timur 26,2 persen, dan Jakarta Selatan 25 persen (www.beritajakarta.com).

Bakteri E-Coli sering dijadikan indikator dari tercemarnya air tanah dalam satu wilayah. Bakteri ini biasanya keluar bersama tinja. Jika masuk saluran pencernaan melalui makanan atau minuman, bisa menimbulkan gangguan kesehatan (tifus, kolera, hepatitis, diare).

Kalau melihat data di atas, ternyata sebagian besar air tanah di Jakarta Barat sudah tercemar bakteri tersebut. Bila tidak ada tindakan nyata, bukan tidak mungkin kalau air tanah di komunitas kita seluruhnya tidak layak pakai.

Pemerintah sendiri, meski terlambat, melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, tidak akan memberikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bagi pengembang yang menolak menerapkan Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di kawasan perumahan yang dibangun.

Dengan begitu, setiap perumahan yang akan dibangun harus memiliki IPAL. Tapi sebenarnya, seberapa banyak perumahan baru di Jakarta? Tidak banyak perumahan yang akan dibangun karena memang sudah terbatasnya lahan di Jakarta. Kawasan perumahan baru, malah banyak didirikan di pinggiran Jakarta.

Sebagai pilot project, Jakarta Barat melalui Sudin Pekerjaan Umum Tata Air, pun sudah membangun Instalasi Pengelolaan Air Bersih (IPAB) di Kelurahan Semanan dan Kamal. Instalasi ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kedua daerah tersebut.

Rencananya, IPAB akan dibangun diseluruh kawasan Jakarta, terutama di daerah-daerah kumuh yang sulit air bersih.

Sebenarnya, pencemaran air tanah sendiri bisa dilihat dari kondisi sungai-sungai yang mengalir di Jakarta. Hampir seluruhnya tidak lagi bersih dan kemungkinan besar sudah tercemar limbah rumah tangga dan industri.

Lihat saja aliran sungai Cengkareng Drain dan Mookevaart. Selain berwarna hitam pekat, banyak sekali sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat. Di sini sebenarnya sudah bisa diindikasi kalau sungai-sungai sudah tercemar limbah. Begitu juga dengan air tanah di sekitarnya.

Kepedulian Masyarakat
Kalau pemerintah bisa mengatasi hal tersebut dengan peraturannya, mungkin masyarakat bisa pula berpartisipasi dengan kesadarannya. Kesadaran untuk bersama-sama mengatasi krisis air bersih di Jakarta.

Biarlah pemerintah mengambil langkah yang bisa dibilang terlambat tersebut. Karena bagaimana pun pemerintah sebenarnya tetap bertanggung jawab terhadap kualitas air bersih di Jakarta. Sebagai anggota masyarakat perlu kiranya langsung mengambil langkah-langkah kongkrit.

Di antaranya adalah dengan menghemat air. Biar bagaimana pun, segala yang berlebihan bukanlah hal yang baik. Biasanya saat musim penghujan, air akan banyak berlimpah. Tapi, ketika musim kemarau, air akan banyak menyusut. Dengan menghemat air, berarti kita menjaga ketersediaan air tanah.

Kemudian, jangan membuang sampah atau limbah ke perairan terbuka seperti sungai, kali, selokan dan sebagainya. Selain menyebabkan banjir, hal yang sudah menjadi kebiasaan buruk masyarakat Jakarta ini tentunya akan sangat mengurangi kualitas air.

Langkah yang belakangan banyak diambil adalah membuat sumur resapan atau lubang biopori. Kiat ini sangat tepat untuk Jakarta yang langka sekali ruang terbuka hijau sebagai tempat resapan air.

Dengan membuat lubang/sumur resapan, air hujan tidak langsung menuju saluran air, tapi meresap ke dalam tanah. Sehingga akan menambah kuantitas air tanah itu sendiri. Selain itu, lubang biopori ini mampu membuat organisme dalam tanah merubah sampah menjadi mineral yang dapat larut dalam air sehingga kualitas air tanah pun meningkat.

Namun, langkah-langkah tersebut perlu dukungan dan konsistensi dari masyarakat dan tentunya pemerintah sendiri. Apalagi mengingat kondisi air tanah sudah sangat mengkhawatirkan. Bila tidak ditanggulangi dengan cepat, masalah air tanah ini bisa menjadi bom waktu yang bisa menyengsarakan banyak orang.

Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP