Minimnya Ruang Bermain Anak


Dalam jiwa setiap anak, terdapat keinginan untuk berpetualang atau berekplorasi. Saat usia Sekolah Dasar (SD), pengaruh lingkungan semakin kuat terhadap perkembangan anak. Bila salah menyikapi, anak akan terseret pengaruh buruk dari lingkungan di mana anak tinggal.


Saat usia SD, anak sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan lain di luar keluarga inti. Mereka mulai berinteraksi dengan lingkungan sekolah, tempat mereka tinggal, dan sebagainya. Anak mulai suka berpetualang/bereksplorasi, tapi bukan lagi di rumah. Saat usia mereka, rumah dan benda-benda di dalamnya bukan hal yang menarik lagi.

Mereka ingin sesuatu yang baru. Sehingga lingkungan di luar rumah menjadi tujuan mereka berpetualang. Tentunya, petualangan akan menjadi lebih menarik bila dilakukan bersama teman-temanya.

Aktivitas petualangan mampu membantu anak untuk mengembangkan kemampuan mereka menjadi pribadi yang lebih mandiri, peduli, dan kreatif. Namun, saat ini, tidak banyak ruang terbuka sebagai lahan bermain bagi anak untuk menyalurkan semangat berpetualangnya.

Meski sudah ada Peraturan Daerah yang mengatur Ruang Terbuka Hijau (RTH), tapi kondisi RTH di Jakarta hanya tersisa 5.059 Ha atau sekitar 9% dari luas DKI Jakarta yang sebesar 66.152 Ha.

Mengingat jiwa petualang anak yang selalu ada dan minimnya lahan bermain, bila tidak diakomodir dengan baik, dapat menjerumuskan anak untuk menyerap langsung apa yang ada di lingkungannya.

Perlu diketahui, saat ini, angka perokok di usia dini (5 – 9 tahun) secara signifikan meningkat dari 0,8% menjadi 1,8%. Sedangkan di usia 13 – 15 tahun, prevalensi perokok mencapai 26,8 juta dari total populasi Indonesia.

Berdasarkan hasil survei di DKI, terdapat 4 alasan utama mengapa seorang anak menjadi anak jalanan : korban eksploitasi keluarga (44,95%), keluarga tidak harmonis (12,69%), tidak punya tempat tinggal (18,67%), dan alasan lainnya seperti tidak memiliki lahan untuk bermain, serta solidaritas sesama teman (23,69%).

Ketika anak merasa tempat bermain tidak memenuhi minatnya, ia akan pergi ke tempat lain untuk mencari kesenangan dan tantangan lainnya. Sering kali mereka menemukan itu dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat antisosial.

Masalahnya, kalau pun terpaksa bermain di suatu tempat karena tidak ada pilihan lain, maka kebosanan yang dialami akan mendorong anak untuk mencoba variasi-variasi baru yang berbahaya.

Sebenarnya, ada atau tidaknya tempat berpetualang buat anak, tidaklah menjadi masalah. Karena secara alami, mereka akan menemukan tempat berpetualangnya sendiri. Namun, masalahnya, apakah tempat berpetualang itu cocok atau tidak buat anak-anak.
Dari hasil penelitian di tiga Perumnas penyangga Jakarta yaitu, Depok, Bogor, dan Tangerang, pada tahun 2005, lebih dari 50% anak-anak berpetualang di ruang terbuka yang bukan difungsikan sebagai tempat berpetualang yaitu, jalanan.

Minimnya lahan bermain juga mengakibatkan anak mencari tempat berpetualang lain yang tidak sesuai dengan umurnya. Anak-anak akan pergi ke Warnet untuk mencari gambar-gambar porno, ke jalanan, atau bergaul dengan orang-orang dewasa.

Mengingat hal tersebut di atas, perlu adanya solusi masalah ruang bermain untuk anak di Jakarta. Seperti yang dilakukan produsen snack/makanan kecil Taro yang diproduksi oleh Unilever. Sejak April 2008 lalu, Taro mulai mengenalkan Markas Petualangan Taro (MPT) di 25 RW di Jakarta.

Markas Petualangan Taro tercipta untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli, dan kreatif melalui aktifitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal.

Melalui aktifitas petualangan yang dilakukan secara rutin selama 2 jam, anak mendapat kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kompetensi, berinteraksi dengan teman sebaya, terlibat dalam kerja sama tim, kreatif memecahkan masalah, menumbuhkan kepedulian, mengembangkan inisiatif, mengontrol emosi, dan mengevaluasi diri.

Efek Positif
Menurut psikolog anak dari Lembaga Psikologi ProPotenzia, Lina E. Muksin, efek positif pemenuhan lahan bermain anak adalah sebagai sarana eksplorasi yang sesuai dengan tahapan perkembangan usia. Pada anak usia SD, jenis permainan yang mengandung unsur berpetualang merupakan sarana terbaik untuk pemenuhan masa tumbuh kembang anak usia sekolah.

Melalui kegiatan bermain dan berpetualang, lanjutnya, anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan fisik-motorik, sosial-emosional, dan kecerdasan. Ketiga aspek perkembangan ini saling menunjang satu sama lain.

Berpetualang bagi anak adalah melakukan eksplorasi di lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga bisa mendorong mereka untuk melatih bagaimana menyusun strategi, bagaimana mereka harus kreatif dalam pemecahan masalah, berinisiatif untuk mengambil tindakan, bersikap sportif menerima kekalahan (anak belajar mengendalikan emosi, bersikap sabar, melatih ketangkasan, dan ketahahan fisik).

Seorang anak membutuhkan banyak kesempatan untuk mengekplorasi dan mengenal lingkungan fisik dan ruangan. Kesempatan ini diperoleh melalui bermain dan berpetualang. Dengan berpetualang, anak mendapat pengalaman melalui dirinya sendiri, baik secara fisik-motorik, kecerdasan, dan sosial emosionalnya yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Sehingga melalui bermain dan menjelajah, anak memiliki kesempatan meningkatkan kompetensi dirinya secara langsung.

Pengalaman menjelajah dan “belajar menemukan hal baru” secara nyata menimbulkan perasaan yang positif terhadap belajar pada anak. Dengan demikian, anak belajar berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa untuk mempelajarinya.

Oleh karena itu, dalam berpetualang, anak-anak tidak hanya merasakan pengalaman nyata yang menyenangkan. Namun dapat menjadi sarana belajar mengasah kemampuan, mengembangkan imajinasi, kemampuan berpikir, dan mengembangkan karakter anak. Bila dilakukan secara berkelanjutan akan membentuk pribadi yang mandiri, peduli, dan kreatif.

Dampak Negatif
Dampak negatif bila anak tidak mendapat lahan bermain adalah anak akan kehilangan minat untuk berpetualang dan kehilangan masa kecilnya yang menyenangkan.
Anak tidak memiliki kesempatan berpetualang dia akan kehilangan minat untuk mengekplorasi hal baru. Mereka tidak menikmati kegembiraan yang seharusnya mereka dapatkan dan cenderung menjadi anak yang kehilangan motivasi, rasa antusias, dan minat yang terbatas sehingga dia tidak percaya diri, tidak peduli, dan kurang kritis terhadap lingkungannya.

Bila anak tidak percaya diri, tidak peduli dan tidak krritis, akan mudah sekali dipengaruhi karena ingin diterima oleh lingkungannya. Oleh karena itu, bila berinteraksi dengan lingkungan yang tidak tepat, akan mudah terjerumus ke hal-hal yang negatif. Sehingga secara umum, terjadi ketimpangan dalam aspek perkembangan fisik, kecerdasan, dan sosial emosional.

Paradigma Bermain
Pada umumnya, orang tua kurang paham pentingnya bermain yang mengandung unsur petualangan secara nyata. Pola pengasuhan tradisional masyarakat menunjukkan kurang menstimulasi perkembangan aspek fisik, sosial, & emosional.

Sekarang ini, orang tua sering kali membiarkan anak untuk lama menonton TV, bermain games, dan Play Station selama berjam-jam. Konsekuensinya, anak tidak dapat mengembangkan kemampuan fisik dan mentalnya, mereka tidak dapat mengamati keadaan sekeliling, rasa ingin tahu berkurang, dan juga kurang kreatif.

Permainan elektronik seperti games atau play station, bila dilakukan secara berlebihan membatasi anak untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan berkomunikasi dengan anggota keluarga.

Mereka kurang memiliki kesempatan untuk bergerak. Duduk dan mengamati adalah kegiatan sepihak di dalam dunia maya, bukan dunia yang sesungguhnya di mana anak seharusnya mendapatkan kesempatan dan pengalaman untuk pemecahan masalah secara nyata.

Mereka menjadi tidak dapat mengamati keadaan sekeliling, rasa ingin tahu berkurang, dan kurang kreatif. Permainan elektronik membatasi anak-anak mengembangkan kemampuan fisik dan perkembangan mental anak.

Anak membutuhkan lahan bermain yang menunjang untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, dan melakukan aktifitas fisik di lingkungan yang aman sehingga anak bisa beraktifitas dengan leluasa.

Dalam bermain, aktifitas berkelompok merupakan pengalaman sosial yang penting bagi anak-anak. Mereka mengenal dirinya melalui interaksi dengan anak lain melalui berbagai pengalaman sosial. Mereka belajar untuk memperhatikan dan menerima keberadaan anak lain dan bagaimana bersikap secara tepat. Dan mereka pun belajar meningkatkan kemampuan bersosialisasi.


Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP