Bedah Invasif Minimal
Bedah invasif minimal adalah semua tindakan bedah yang tidak membutuhkan sayatan lebar dalam melakukan eksplorasinya, tetapi memerlukan alat bantu kamera, monitor, dan instrumen-instrumen khusus.
Hal ini dimulai pada tahun 1992 pada kongres dunia ahli bedah Endoskopi ke III di Bordeaux, di mana berkumpul 3000 ahli bedah endoskopi dari seluruh dunia. Bertemunya 50 pioner ahli bedah endoskopi tersebut ternyata membuka wawasan adanya perubahan mendasar dari pendekatan operasi-operasi pada kandung empedu dan eksplorasi rongga abdomen.
Kuncinya adalah bukan teknik baru dari operasi yang biasa dilakukan, tetapi inovasi baru menggunakan kamera video kecil yang dapat dimasukan dalam rongga Abdomen. Kamera kecil tersebut disebut Laparoscope dan untuk eksplorasinya menggunakan instrumen khusus seperti pinset, gunting dan lain-lain seperti alat-alat operasi konvensional lain, tetapi didesain khusus.
Kamera kecil tersebut terhubung dengan layar televisi yang menghasilkan gambar-gambar dari organ-organ di dalam tubuh yang sebenarnya, tanpa mengalami perubahan warna atau bentuk.
Seiring perkembangan Bedah Endoskopi yang maju dengan pesat, berbagai inovasi telah ditemukan. Instrumen dan kamera menjadi sangat kecil dan canggih sehingga menghasilkan gambar yang baik dan mempermudah dokter bedah dalam membuat sayatan-sayatan sangat kecil.
Pada tahun 1992, sayatan berkisar dari 2 - 3 cm, namun sekarang sudah bisa dari yang terkecil 0,2 - 2 cm. Pada akhir 1980-an hanya diperkenalkan operasi-operasi kandung empedu (Cholecystectomy) dan appendectomy saja. Sekarang semua kelainan dan penyakit pada rongga abdomen dapat dioperasi. Dengan sayatan yang kecil akan memberikan efek berkurangnya rasa sakit setelah dilakukan bedah invasif minimal.
Bedah invasif minimal sekarang merupakan “Gold Standard” dari berbagai macam operasi-operasi, seperti kelainan kandung empedu, apendisitis akut dan kronik, kelainan-kelainan di sendi oleh bidang keilmuan bagian Orthopaedi, kelainan pada rongga toraks yang dikenal dengan VATS (Video Assisted Thoracoscopy Surgery), kelainan dan penyakit-penyakit di bidang Urologi pada kelainan dan penyakit di bidang keilmuan Ginekologi, kelainan di bidang Bedah vaskuler, bedah plastik dan bedah onkologi.
Keterbatasan dan Keuntungan Invasif Minimal
Sangat banyak keuntungan yang didapat dengan bedah invasif minimal :
1. Kosmetik karena hanya dibuat sayatan kecil pada operasi Cholecystectomy yaitu 2 cm pada daerah Epigastrium, 1,5 - 2 cm pada daerah umbilicus dan 0, 5 cm pada sebelah kanan abdominal untuk port 3 dan 4. Ada lain group yang melaporkan tidak terdapat bekas (scar) pada operasi yang menggunakan alat mini bedah endoskopi.
2. Insisi yang kecil seperti di atas untuk masuknya trokar membutuhkan benang untuk menjahit. Karena lukanya yang kecil ini sangat menurunkan angka kekerapan untuk mendapatkan infeksi.
3. Insisi yang kecil mencegah herniasi insisional (terdapat penonjolan pada bekas insisi operasi biasanya usus).
4. Dengan menggunakan alat yang kecil segala manufer dan eksplorasinya jadi semakin luas di dalam rongga ketika dilakukan operasi.
5. Insisi yang kecil dibandingkan operasi konvensional yang memberikan hasil insisi kurang lebih 15 cm, maka setelah operasi rasa sakitnya jauh berkurang. Kalau operasi kovensional memerlukan obat obat turunan narkotik yang disuntikan kalau laparoskopi cukup oral analgetik saja.
6. Insisi yang kecil membuat lama rawat menjadi lebih singkat sehingga biaya perawatan jadi lebih murah dibandingkan operasi konvensional. Lama rawat bedah invasive minimal 3 hari sedangkan lama perawatan bedah konvensional dalam kasus yang sama kurang lebih 8 hari.
7. Karena rasa sakit jauh berkurang dan luka yang kecil sehingga tidak memerlukan analgetik dan antibiotik yang lama. Ini juga meringankan biaya untuk obat-obatan.
8. Lebih cepat dalam hal diet dari makanan lunak ke makanan biasa.
9. Fungsi usus lebih cepat kembali menjadi normal. Seperti kita ketahui bahwa operasi usus dan obat-obat anestesi menurunkan fungsi pergerakan usus.
Keterbatasan
Keterbatasannya adalah belum terbiasanya operator melihat ke monitor TV, kehilangan rasa raba, dan kedalaman karena tangan kita tidak dapat meraba organ yang kita operasi. Dan masih mahalnya alat-alat, seperti trokar yang sekali pakai.
Diperlukannya kurva pembelajaran yang panjang sehingga operasinya dapat dilakukan dengan singkat sehingga biaya listrik dan obat-obat anesthesia yang lebih banyak. Rumah Sakit Pondok Indah Health Group sudah melewati kurva ini, karena sejak tahun 1991, Dr Hermansyur Kartowisastro dan tim telah banyak melakukan operasi laporoskopi seperti Cholecystectomy , Appendectomy, Herniotomy ektraperitoneal, Colectomy dengan laparoskopi.
Varner pada tahun 2005 melakukan penelitian pada pasien-pasien yang menderita apendisitis, untuk laparoskopi dengan cara konvensional. Terdapat perbedaan rasa sakit pada pasien-pasien dengan operasi laparoskopi jauh berkurang dibandingkan cara konvensional.
Kabar dan kawan kawan mengatakan pada operasi-operasi konvensional pada apedisitisitis akut akan lebih banyak memberikan komplikasi-komplikasi pada luka operasi. Sehingga memerlukan perawatan luka, antibiotik, dan analgetik yang lama dan kembali bekerja lebih dari 14 hari. Hal ini mengakibatkan biaya menjadi mahal serta lamanya waktu kerja produktif pasien hilang.
Reinhart R dari Paris pada tahun 1993 melakukan penelitian pada kasus-kasus batu kandung empedu yang dilakukan laparoskopi dengan cara konvensional. Terdapat perbedaan bermakna karena lamanya perawatan dengan operasi konvensional.
Mahalnya pemakaian alat-alat laparoskopi yang satu kali pakai dikompensasi dengan lama rawat operasi konvensional yang lebih lama. Rasa sakit jauh berkurang pada laparoskopi (8 hari) sedangkan pada operasi konvensional (18 hari), ketidaknyamanan (discomfort) pada laparoskopi 8,3 hari, sedangkan pada operasi konvensional 17,1 hari. Hilang hari kerja pada operasi laparoskopi 14.6 hari dan pada opersi konvensional 35.5 hari kerja.
Bagian marketing Pondok Indah Healthcare Group telah meneliti biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang dilakukan operasi menggunakan laparoskopi pada tahun 2005-2006 lebih murah berkisar 8% - 12 % dibanding operasi konvensional.
Harus disadari bahwa laparoskopi adalah prosedur operatif dengan cara pendekatan invasif minimal. Untuk hal itu, penderita harus disiapkan sesuai kaidah yang sudah baku berlaku pra operasi pada umumnya. Prosudur ini harus dilaksanakan di kamar bedah yang standar untuk operasi. Sebagai ilustrasi kasus kami contohkan operasi cholecystectomy. (Sumber: Pondok Indah Health Group)