Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Dengkul Kopong, Kok Bisa?

Menurunnya kualitas sendi akan membatasi gerakannya. Akibatnya, tulang merubah bentuk agar dapat menahan kerusakan. Seluruh proses ini dikenal dengan sebutan Arthrosis atau pekapuran.


Menurunnya kualitas sendi akan membatasi gerakannya. Akibatnya, tulang merubah bentuk agar dapat menahan kerusakan. Seluruh proses ini dikenal dengan sebutan Arthrosis atau pekapuran.Semua orang dapat terkena perkapuran. Umumnya dimulai pada jangka umur 45 tahun ke atas dengan penderita terbanyak di atas umur 65 tahun. Perkapuran dapat timbul sejak usia muda yaitu, pada umur sekitar 30 – 40 tahun.

Gejala yang umumnya dirasakan sebagai awal dari adanya perkapuran antara lain, sakit pada waktu berdiri atau berjalan, nyeri sewaktu naik dan turun tangga, kekakuan pada sendi, terjadi pembengkakan dan adanya perubahan bentuk pada sendi.

Deteksi awal mengenai perkapuran ini dapat dilihat dari hasil rontgen pada tulang. Apabila tulang rawan rusak, bentuk kaki berubah menjadi “O” atau “X” dan adanya penonjolan perkapuran. Namun, adal kalanya rasa nyeri yang timbul dapat merupakan indikasi adanya perkapuran.

Perkapuran dapat terjadi pada seluruh sendi yang ada. Namun, sendi-sendi yang umumnya mengalami perkapuran adalah di leher, punggung bagian bawah, lutut, dan panggul.

Penanganan terhadap perkapuran ini dapat dibagi menjadi 4 tahapan. Pada tahapan pertama, ditangani dengan pemberian obat dan terapi fisik. Tahapan kedua meliputi apa yang diberikan pada tahap pertama, ditambah dengan injeksi. Pada tahapan ketiga, dilakukan arthroscopy. Dan pada tahapan terakhir atau keempat, diadakan Knee Replacement.

Perkapuran ini tidak dapat dihentikan sama sekali, tapi dapat dihambat dengan cara memperbaiki gaya hidup dan pergerakan. Karena itu, sangatlah penting untuk menjaga berat badan sedari dini. Cara berdiet yang tepat untuk menurunkan berat badan sangat dianjurkan demi menghambat terjadinya perkapuran dini.

Dengkul Kopong

Mungkin istilah inilah yang sering di dengar masyarakat mengenai perkapuran. Dengkul Kopong sering diidentikan dengan mereka yang dengkulnya “berbunyi” ketika digerakan. Meskipun begitu, sebenarnya ada beberapa sendi yang bisa terkena gejala tersebut, tapi yang populer memang dengkul.

Akibat dengkul kopong, banyak orang yang tidak kuat jalan, cepat cape, tidak bisa jongkok, dan gampang terjatuh. Sehingga sering kali menyebabkan sakit, terbatas gerakannya, dan menimbulkan ketergantungan yang tidak jarang berakhir dengan depresi.

Penyebab utama penyakit ini adalah Osteoarthrosis (perkapuran sendi), pekapuran di banyak sendi (biasanya terjadi akibat cidera/keseleo dan banyak terjadi di dunia barat), atau cedera (keseleo, kerja berat, jatuh, olah raga berat).

Dengkul kopong bisa terjadi di banyak usia, terutama mereka yang sudah menginjak usia dewasa. Tapi, menurut Dr. Franky Hartono Sp. OT, F.C.I.S dari RS Pantai Indah Kapuk, di Amerika, penyakit ini menyerang sekitar 12% usia di atas 25 tahun, 50% di atas 60 tahun, dan 80% usia di atas 75 tahun.

Cara kerja sendi dengkul sendiri sebenarnya menyerupai engsel pintu. Bila tidak ada gangguan, gerakannya mulus dan tidak bersuara. Tapi, bila dengkul berbunyi “kretek-kretek” jika digerakkan, bisa jadi merupakan gejala dengkul kopong.

Bunyi yang ditimbulkan tersebut, kata Dr. Franky adalah akibat adanya butiran-butiran tulang muda yang ukurannya bisa sebesar biji kacang kedelai. Butiran-butiran tulang muda tersebut mengganggu kerja sendi dengkul dan menimbulkan bunyi.

Solusi
Dengkul kopong tidak bisa dihindari, tapi bisa dicegah. Caranya dengan memperbaiki diri sendiri dan gaya hidup. Misalnya, dengan mengatur posisi tubuh saat beraktifitas, mengurangi berat badan dengan mengatur pola makan, menguatkan otot dan sendi dengan olah raga. “Olah raga terbaik untuk penderita adalah renang, jogging, dan jalan,” ujar Dr. Franky dalam seminar bertema “Dengkul Kopong, Kok Bisa?” yang diselenggarakan RS Pantai Indah Kapuk.

Bila gejala dengkul kopong ini sudah menyerang, bisa ditanggulangi dengan cara diobati dengan obat-obat inflamasi yang bersifat mengurangi rasa sakit. Di antara obat-obatan tersebut adalah aspirin, NSAID, Cox2-Inhibitor, dan Glucosamin Chondroitin (suplemen alami yang dapat memengaruhi tulang rawan).

Atau dengan cara disuntik dengan Hyaluronic Acid yang bersifat psikositas. Efeknya sebagai pelicin dan mengurangi tekanan serta mengganti cairan alami tubuh. “Orang sering keliru dengan suntikan ini. Mereka banyak mengira kalau Hyaluronic Acid dapat menyembuhkan, padahal tidak begitu,” terang Dr. Franky.

Namun, buat mereka yang memang ingin menghilangkan gangguan dengkul kopong, juga bisa melakukan operasi dengan cara Arthroplasty. Operasi ini akan mengganti lapisan dengkul yang aus dan bengkok dengan sendi buatan sehingga menjadi lurus kembali.

Arthroplasty atau dikenal dengan Total Knee Replacement (TKR) pertama kali dikenalkan pada tahun 1968. Di Amerika, yang melakukan operasi TKR sudah sekitar 300.000 orang setiap tahunnya. Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat masih banyak yang takut dengan operasi ini.

Dalam operasi ini, sendi lutut akan diganti dengan yang buatan (prothese). Sendi lutut buatan ini terbuat dari Titanium atau Titanium Hitam. Dalam operasinya, di antara sendi buatan tersebut akan ditempatkan lapisan plastik yang bisa bertahan 15 – 35 tahun.

Sebelum dilakukan operasi, biasanya pasien akan diperiksa kondisi kesehatannya terlebih dahulu. “Kita akan periksa bagaimana kondisi jantung, internis, paru-paru, dan kemungkinan timbulnya komplikasi. Biasanya hal yang sering terjadi adalah pembekuan darah di pembuluh darah akibat stroke atau serangan jantung,” kata Dr. Franky.

Pemeriksaan tersebut akan berlangsung 1 hari sebelum operasi dilakukan. Kegagalan dalam operasi ini diperkirakan sekitar 2%. Tapi, menurut Dr. Franky yang pernah bekerja di RS Belgia dari tahun 1980 – 1986 ini, dokter akan bekerja semaksimal mungkin dan tidak ada kata gagal.

Kapan TKR Dilakukan?

Total Knee Replacement dilakukan bila:
- Nyeri sendi berat yang membatasi aktivitas sehari-hari, termasuk : berjalan, menaiki tangga, duduk atau bangkit dari kursi, kesulitan melangkah lebih dari beberapa blok tanpa nyeri sehingga memerlukan bantuan tongkat atau kursi roda
- Nyeri sendi sedang atau berat saat istirahat, siang atau malam hari
- Peradangan dan pembengkakan sendi yang tidak sembuh dengan istirahat atau obat
- Perubahan bentuk
- Kekakuan sendi
- Kegagalan terapi nyeri dengan obat anti peradangan seperti aspirin dan ibuprofen. Efektivitas obat ini bervariasi pada tiap orang. Kurang efektif pada artritis berat
- Tidak mampu mentoleransi efek samping atau komplikasi obat
- Kegagalan terapi lanjutan lain misalnya, suntikan obat anti radang, pembersihan cairan sendi dengan artroskopi, fisioterapi, atau tindakan bedah lain.

Tindakan pergantian sendi lutut dilakukan dengan bantuan komputer sehingga akurasinya lebih optimal. Komputer dapat membantu menentukan nilai koreksi dari sendi lutut yang sudah mengalami gangguan.

Setelah dilakukan operasi, biasanya pasien akan dapat berjalan kembali dan nyeri sendi berkurang secara nyata. Keterbatasan aktifitas hanyalah pada penekukan sendi lutut yang ekstrim misalnya, berjongkok atau duduk menekuk.

Read More ..

Bedah Invasif Minimal


Bedah invasif minimal adalah semua tindakan bedah yang tidak membutuhkan sayatan lebar dalam melakukan eksplorasinya, tetapi memerlukan alat bantu kamera, monitor, dan instrumen-instrumen khusus.


Hal ini dimulai pada tahun 1992 pada kongres dunia ahli bedah Endoskopi ke III di Bordeaux, di mana berkumpul 3000 ahli bedah endoskopi dari seluruh dunia. Bertemunya 50 pioner ahli bedah endoskopi tersebut ternyata membuka wawasan adanya perubahan mendasar dari pendekatan operasi-operasi pada kandung empedu dan eksplorasi rongga abdomen.

Kuncinya adalah bukan teknik baru dari operasi yang biasa dilakukan, tetapi inovasi baru menggunakan kamera video kecil yang dapat dimasukan dalam rongga Abdomen. Kamera kecil tersebut disebut Laparoscope dan untuk eksplorasinya menggunakan instrumen khusus seperti pinset, gunting dan lain-lain seperti alat-alat operasi konvensional lain, tetapi didesain khusus.

Kamera kecil tersebut terhubung dengan layar televisi yang menghasilkan gambar-gambar dari organ-organ di dalam tubuh yang sebenarnya, tanpa mengalami perubahan warna atau bentuk.

Seiring perkembangan Bedah Endoskopi yang maju dengan pesat, berbagai inovasi telah ditemukan. Instrumen dan kamera menjadi sangat kecil dan canggih sehingga menghasilkan gambar yang baik dan mempermudah dokter bedah dalam membuat sayatan-sayatan sangat kecil.

Pada tahun 1992, sayatan berkisar dari 2 - 3 cm, namun sekarang sudah bisa dari yang terkecil 0,2 - 2 cm. Pada akhir 1980-an hanya diperkenalkan operasi-operasi kandung empedu (Cholecystectomy) dan appendectomy saja. Sekarang semua kelainan dan penyakit pada rongga abdomen dapat dioperasi. Dengan sayatan yang kecil akan memberikan efek berkurangnya rasa sakit setelah dilakukan bedah invasif minimal.

Bedah invasif minimal sekarang merupakan “Gold Standard” dari berbagai macam operasi-operasi, seperti kelainan kandung empedu, apendisitis akut dan kronik, kelainan-kelainan di sendi oleh bidang keilmuan bagian Orthopaedi, kelainan pada rongga toraks yang dikenal dengan VATS (Video Assisted Thoracoscopy Surgery), kelainan dan penyakit-penyakit di bidang Urologi pada kelainan dan penyakit di bidang keilmuan Ginekologi, kelainan di bidang Bedah vaskuler, bedah plastik dan bedah onkologi.

Keterbatasan dan Keuntungan Invasif Minimal
Sangat banyak keuntungan yang didapat dengan bedah invasif minimal :
1. Kosmetik karena hanya dibuat sayatan kecil pada operasi Cholecystectomy yaitu 2 cm pada daerah Epigastrium, 1,5 - 2 cm pada daerah umbilicus dan 0, 5 cm pada sebelah kanan abdominal untuk port 3 dan 4. Ada lain group yang melaporkan tidak terdapat bekas (scar) pada operasi yang menggunakan alat mini bedah endoskopi.
2. Insisi yang kecil seperti di atas untuk masuknya trokar membutuhkan benang untuk menjahit. Karena lukanya yang kecil ini sangat menurunkan angka kekerapan untuk mendapatkan infeksi.
3. Insisi yang kecil mencegah herniasi insisional (terdapat penonjolan pada bekas insisi operasi biasanya usus).
4. Dengan menggunakan alat yang kecil segala manufer dan eksplorasinya jadi semakin luas di dalam rongga ketika dilakukan operasi.
5. Insisi yang kecil dibandingkan operasi konvensional yang memberikan hasil insisi kurang lebih 15 cm, maka setelah operasi rasa sakitnya jauh berkurang. Kalau operasi kovensional memerlukan obat obat turunan narkotik yang disuntikan kalau laparoskopi cukup oral analgetik saja.
6. Insisi yang kecil membuat lama rawat menjadi lebih singkat sehingga biaya perawatan jadi lebih murah dibandingkan operasi konvensional. Lama rawat bedah invasive minimal 3 hari sedangkan lama perawatan bedah konvensional dalam kasus yang sama kurang lebih 8 hari.
7. Karena rasa sakit jauh berkurang dan luka yang kecil sehingga tidak memerlukan analgetik dan antibiotik yang lama. Ini juga meringankan biaya untuk obat-obatan.
8. Lebih cepat dalam hal diet dari makanan lunak ke makanan biasa.
9. Fungsi usus lebih cepat kembali menjadi normal. Seperti kita ketahui bahwa operasi usus dan obat-obat anestesi menurunkan fungsi pergerakan usus.

Keterbatasan
Keterbatasannya adalah belum terbiasanya operator melihat ke monitor TV, kehilangan rasa raba, dan kedalaman karena tangan kita tidak dapat meraba organ yang kita operasi. Dan masih mahalnya alat-alat, seperti trokar yang sekali pakai.

Diperlukannya kurva pembelajaran yang panjang sehingga operasinya dapat dilakukan dengan singkat sehingga biaya listrik dan obat-obat anesthesia yang lebih banyak. Rumah Sakit Pondok Indah Health Group sudah melewati kurva ini, karena sejak tahun 1991, Dr Hermansyur Kartowisastro dan tim telah banyak melakukan operasi laporoskopi seperti Cholecystectomy , Appendectomy, Herniotomy ektraperitoneal, Colectomy dengan laparoskopi.

Varner pada tahun 2005 melakukan penelitian pada pasien-pasien yang menderita apendisitis, untuk laparoskopi dengan cara konvensional. Terdapat perbedaan rasa sakit pada pasien-pasien dengan operasi laparoskopi jauh berkurang dibandingkan cara konvensional.

Kabar dan kawan kawan mengatakan pada operasi-operasi konvensional pada apedisitisitis akut akan lebih banyak memberikan komplikasi-komplikasi pada luka operasi. Sehingga memerlukan perawatan luka, antibiotik, dan analgetik yang lama dan kembali bekerja lebih dari 14 hari. Hal ini mengakibatkan biaya menjadi mahal serta lamanya waktu kerja produktif pasien hilang.

Reinhart R dari Paris pada tahun 1993 melakukan penelitian pada kasus-kasus batu kandung empedu yang dilakukan laparoskopi dengan cara konvensional. Terdapat perbedaan bermakna karena lamanya perawatan dengan operasi konvensional.

Mahalnya pemakaian alat-alat laparoskopi yang satu kali pakai dikompensasi dengan lama rawat operasi konvensional yang lebih lama. Rasa sakit jauh berkurang pada laparoskopi (8 hari) sedangkan pada operasi konvensional (18 hari), ketidaknyamanan (discomfort) pada laparoskopi 8,3 hari, sedangkan pada operasi konvensional 17,1 hari. Hilang hari kerja pada operasi laparoskopi 14.6 hari dan pada opersi konvensional 35.5 hari kerja.

Bagian marketing Pondok Indah Healthcare Group telah meneliti biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang dilakukan operasi menggunakan laparoskopi pada tahun 2005-2006 lebih murah berkisar 8% - 12 % dibanding operasi konvensional.

Harus disadari bahwa laparoskopi adalah prosedur operatif dengan cara pendekatan invasif minimal. Untuk hal itu, penderita harus disiapkan sesuai kaidah yang sudah baku berlaku pra operasi pada umumnya. Prosudur ini harus dilaksanakan di kamar bedah yang standar untuk operasi. Sebagai ilustrasi kasus kami contohkan operasi cholecystectomy. (Sumber: Pondok Indah Health Group)





Read More ..

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP