Ketika Tidak Mendengar


Ada persepsi keliru mengenai tingkat pendengaran seseorang. Bila tidak mendengar sedikit saja, sudah dibilang tuli, padahal itu tidak benar. Sama halnya dengan orang yang mengalami sedikit gangguan penglihatan, apa bisa langsung dibilang buta?


Gangguan penglihatan bisa dibantu dengan kaca mata atau yang lebih canggih lagi dengan menjalani operasi Lasik. Sedangkan gangguan pendengaran bisa dibantu dengan alat bantu dengar yang sekarang sudah semakin kecil bentuknya.

Dalam keseharian, setiap orang tentunya akan merasa terganggu ketika kurang pendengaran. Sering kali mereka menjadi tidak percaya diri dan susah berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat menggangu produktivitas seseorang dan mengganggap hal tersebut sebagai akhir dari dunianya.

Padahal, bila hanya berkurang tingkat pendengaran, masih bisa dibantu dengan alat bantu dengar yang mampu mengolah suara hingga terdengar telinga. Dalam alat tersebut tertanam berbagai perangkat (microphone, amplifier, speaker) yang bisa mengeliminasi suara agar jelas terdengar.

Berkurangnya pendengaran seseorang bisa disebabkan karena beberapa hal. Ada yang memang sudah tidak bisa mendengar dari lahir, lahir prematur, lahir dengan tindakan (bedah cesar), lahir kuning, infeksi telinga, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), diabetes, kolesterol, penyakit campak atau malaria, faktor obat-obatan (kina, antibiotik, aspirin, pil anti hamil), paparan bising, polusi, dan karena usia lanjut.

Secara praktis, cukup banyak penyebab menurunnya tingkat pendengaran seseorang. Terkadang kita sendiri malah tidak sadar. Misalnya, seperti ibu menyusui yang kurang hati-hati dalam memberikan susu kepada anaknya. Sering kalai mereka memberikan susu sambil tiduran.

“Sehingga air susu masuk ke kuping, membusuk, dan menggangu tingkat pendengaran anak,” kata Audiologis Hearing Aid Melawai, Drs. Anton Subarto, Dipl. Aud.
Bisa juga, lanjutnya, karena polusi udara yang menyebabkan peradangan pada tuba eustachius (saluran telinga ke tenggorokan). Tuba eustachius berfungsi menjaga keseimbangan tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar. Pun mengalirkan cairan dari telinga tengah ke mulut. Bila saluran ini terganggu, maka bisa menyebabkan gendang telinga tidak dalam posisi yang benar dan mengakibatkan kurangnya pendengaran.

“Atau juga karena seringnya mendengar musik seperti di diskotik yang memiliki kekuatan 90 – 100 db. Seharusnya, dengan kekuatan tersebut, telinga manusia hanya boleh mendengarkan sekitar 15 menit/hari,” jelas Anton yang pernah belajar di National University of Singapore.

Alat Bantu Dengar

Tingkat pendengaran seseorang bisa dibedakan melalui tes kemampuan mendengar yang diukur dalam desibel (db). Semakin tinggi angka desibelnya (ketika dilakukan tes pendengaran), semakin rendah kemampuan mendengarnya.

Kemudian bila tidak mampu mendengar dalam hitungan 90 – 120 db, maka orang itu bisa dibilang tuli. Dari tes tersebut, baru bisa diketahui alat bantu dengar seperti apa yang akan digunakan seseorang. Setiap orang pasti berbeda-beda kemampuan mendengarnya, makanya kondisi alat tersebut pun bisa disesuaikan.

Alat bantu dengar ada yang ditempatkan di belakang daun telinga (behind the ear), di dalam telinga (in the canal), dan ada yang benar-benar di dalam telinga (completely behing the ear). Masing-masing alat bantu dengar tersebut memiliki kemampuan yang hampir sama. Hanya dari segi tampilannya saja yang berbeda.

Perkembangan alat bantu dengar sendiri, menurut Anton, dimulai sejak tahun 1936. Ketika itu, bentuk alat bantu dengar masih seperti radio tape. Ukurannya cukup besar bila harus dibawa ke mana-mana karena masih menggunakan teknologi tabung.

Baru pada tahun 1950-an, ukuran alat bantu dengar menjadi lebih kecil dengan teknologi transistor. Saat itu, bentuknya ada yang model poket dan belakang telinga dengan kualitas suara analog. Sampai dengan tahun 90-an, alat bantu dengar masih terus berkembang dan ukurannya pun semakin diperkecil.

Kemudian baru sekitar tahun 98-99, alat bantu dengar mulai berkembang dengan teknologi digital yang menggunakan microchip. Sehingga alat bantu dengar dapat dibuat dengan prosesor 15 kanal.

“Saat ini, alat bantu dengan berbagai merek sudah semakin canggih. Seperti Destiny 1200 yang berukuran kecil, alat bantu dengar ini memiliki 8 prosesor, 12 bandwidth, dan sudah terkomputerisasi,” ucap Anton yang lulus dari Akademi Audiologi Indonesia pada tahun 2004.

Struktur alat bantu dengar terdiri dari microphone, amplifier, dan speaker/receiver. Mekanismenya dimulai dari suara yang masuk ke dalam mic. Setelah itu, suara-suara berisik akan dihilangkan, sedangkan suara percakapan akan diolah sesuai grafik/tingkat kemampuan mendengar seseorang.

Masing-masing suara yang masuk seperti, suara telepon, percakapan, bising kendaraan, musik, dan sebagainya akan dibedakan dan diolah. Ada yang memang harus ditinggikan atau malah diturunkan suaranya. “Tergantung dari kemampuan mendengar seseorang,” ujar Anton.

Alat bantu dengar ini pun dibuat sesuai struktur telinga seseorang. Sebelum dibuat, akan diperiksa dulu kondisi telinga. Bila ada infeksi, harus diobati terlebih dahulu. Sebaliknya, bila kondisi telinga sehat, akan langsung dibuat menggunakan cetakan silikon. Waktunya hanya sekitar 3 menit.

Sampai dengan sekarang, berbagai produsen alat bantu dengar di dunia sudah menjual produknya di Indonesia. Seperti Hearing Aid Melawai yang menyediakan 3 dari 5 merek besar alat bantu dengar di dunia. “Kami menyediakan alat bantu dengar merek Starkey (Amerika), Widex (Denmark), dan Siemen (Jerman),” ucap Anton.

Kisaran harga dari masing-masing alat bantu dengar tersebut antara 2 – 30 juta, tergantung dari teknologi yang diadaptasi dan tuntutan gaya hidup dari pemakainya. Karena sering kali alat bantu dengar ini tampil sebagai asesoris penampilan yang malah memperbaiki citra pemakainya.

Namun, karena alat bantu dengar ditempelkan ke kuping, maka pemakainya harus hati-hati dengan cairan keringat atau minyak. Alat ini tidak boleh terkena cairan karena dapat merusak elemen-elemen elektronik di dalamnya.

Tapi, buat mereka yang memang tidak bisa menghindari hal tersebut, sekarang ini sudah ada produk Starkey yang menggunakan teknologi nano coating buat produk alat bantu dengarnya. “Dengan begitu, alat bantu dengar tidak akan rentan lagi terhadap cairan,” jelas Anton.

Manfaat
Sudah banyak orang yang terbantu dengan hadirnya alat bantu dengar ini. Kebanyakan dari mereka merasa “hidup kembali” dan tumbuh percaya dirinya. Mereka pun tidak merasa malu menggunakan alat bantu dengar ini.

Sebut saja seperti mantan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin yang merasa tidak malu menggunakan alat bantu dengar ini. Dia malah merasa tertolong karena kini pendengarannya menjadi lebih jelas.

Sama halnya dengan mantan Sekjen OPEC, Prof. Subroto yang sebelumnya mampu mendengar, tapi tidak bisa menangkap dengan jelas percakapan orang. “Setelah menggunakan alat bantu dengar ini, saya pun kembali merasa menjadi manusia yang lengkap dan percaya diri,” katanya.

Begitu juga dengan Idris Sardi yang merasa terbantu dengan alat bantu dengar ini. Menurutnya, penggunaan alat bantu dengar bukan hanya untuk kita saja, tapi juga buat orang lain. Apalagi untuk mereka yang sering berinteraksi dengan orang lain.

Namun, meski begitu, setiap orang tentunya harus bisa menjaga kesehatan dan kemampuan mendengarnya. Dengan cara menjaga kesehatan kuping dan berbagai faktor yang bisa menyebabkan menurunnya tingkat pendengaran. Mencegah tentunya akan lebih baik dari pada mengobati.


Artikel Berkaitan

About This Blog

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP